Powered By Blogger

SETUJUKAH GUBERNUR KE BAWAH DIPILIH DPRD

belajar sadar diri terhadap aturan hukum Tuhan m,aupun Negara

Jumat, 28 Januari 2011

hukumria: hukumria: AYO PERANGI MAFIA: AYO PERANGI MAFIA: SEMESTIYA KY.

hukumria: hukumria: AYO PERANGI MAFIA: AYO PERANGI MAFIA: SEMESTIYA KY.

susahnya menjadi orang sadar hukum!tapi enak jika sadar itu AKIBATNYA................


KONTRIBUSI HUKUM PIDANA ISLAM
DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL

1. Pengertian Hukum Pidana Islam
Kata "hukum" sebenarnya berasal dari bahasa Arab, dalam kamus Arab-
Indonesia karangan Prof. Mahmud Yunus: hukum حكم – يحكم – حكما) )
berarti : memerintah, menghukum. Sedang kata hakiim (حكيم): orang cendikia, failasuf. Dan kata haakim حا كم) ) berarti orang yang memerintah.
Menurut ahli fikih hukum secara bahasa diartikan: menetapkan sesuatu atau meniadakan sesuatu. Sedangkan menurut ahli ushul fikih, hukum adalah : Firman (khithab Allah) atau sabda Rasul yang mengenai pekerjaan mukalaf (orang yang telah baligh dan berakal), baik sabda itu mengandung tuntutan suruhan atau larangan, atau semata-mata menerangkan kebolehan, atau menjadikan sesuatu itu sebab, atau syarat atau penghalang bagi sesuatu hukum.
Dalam buku Hukum Pidana Syariat Islam yang ditulis oleh Dr. Haliman, SH. Disebutkan para ahli ushul fikih dalam madhab Syafi'i membagi perbuatan-perbuatan manusia dalam lima macam, yang dikenal Al Ahkamul khamsah, yaitu sebagai berikut:
a. Wajib, ialah: apabila perkataan Allah dengan secara pasti menuntut agar sesuatu perbuatan dilakukan oleh seseorang mukalaf, seperti mengerjakan shalat, puasa, haji dan sebagainya. Perbuatan yang hukumnya wajib, jika dikerjakannya akan mendapat pahala dan jika dilanggarnya akan mendapat dosa.
b. Haram, apabila perbuatan harus ditinggalkan oleh seorang mukalaf, seperti membunuh, mencuri, berzina, meminum minuman keras, berjudi, merampok dan sebagainya. Suatu perbuatan yang hukumnya haram jika dikerjakannya akan mendapat dosa, dan sebaliknya jika ditinggalkannya akan mendapat pahala.
c. Mandub (sunnah), apabila tuntutan agar melakukan sesuatu perbuatan tidak dituntut secara pasti oleh syari'at, atau semacam anjuran. Seperti contoh melakukan puasa senin kamis, shalat tahajud dan sebagainya. Suatu perbuatan yang hukunya sunnah apabila dikerjakannya akan mendapat pahala dan jika ditinggalkannya tidak mendapat dosa.
d. Makruh, artinya dibenci, yakni mengandung larangan namun tidak harus dijauhi. Seperti merokok, dan seperti pada saat mendengar adzan Jum,at, tinggalkanlah jual beli. Maka sebaiknya harus ditinggalkan perbuatan apa saja, lalu bersiap-siap melakukan shalat Jum,at. Perbuatan yang hukumnya makruh apabila dikerjakan tidak mendapat dosa namun jika ditinggalkannyaakan mendapat pahala.
e. Mubah, suatu perbuatan yang boleh dilakukan dan boleh pula ditinggalkan. Seperti tidur siang, makan siang dan sebagainya. Suatu perbuatan yang hukumnya mubah jika dikerjakan maupun ditinggalkannya tidak berdosa dan tidak mendapat pahala.
Kalau berbicara tentang pengertian hukum antara fakar satu dengan
yang lainnya saling berbeda, seperti L.J. Van Apeldoorn, mengatakan tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut Hukum itu? Beliau mengatakan kesulitan untuk memberi suatu definisi Hukum, karena tidak mungkin untuk mengadakannya sesuai dengan kenyataan. Lain lagi menurut E,M. Meyers dalam bukunya "De Algemene begrippen van het Burgerlijk Recht" , sebagaimana dikutip oleh C.S.T. Kansil . Dalam Buku Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, memberi definisi: "Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa Negara dalam melakukan tugasnya". 1 Kiranya artian ini yang biasa dipakai oleh pemerhati hukum atau oleh tingkatan pemula atau bahkan semua tingkatan juga tidak salah jika memegangi pengertian itu, dari pada terlalu repot hanya mencari arti hukum.
Dalam literatur fikih Islam, Hukum Pidana Islam diambil dari pengertian jarimah ( جريمة ) yaitu larangan-larangan syara' yang diancam oleh Allah dengan hukuman had atau ta'zir. Pengertian jarimah itu sendiri
___________________
1.Kansil,,.Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, BP., Jkt. 1989.h.36
sama dengan pengertian tindak pidana (peristiwa pidana, delik) sebagaimana dalam hukum pidana positif.
Para ahli fikih di samping menggunakan istilah jarimah, sering pula menggunakan istilah jinayah جناية ) ) , pada asalnya pengertian jinayah dibatasi kepada perbuatan yang dilarang oleh syara', baik perbuatan itu mengenai jiwa atau harta benda maupun yang lainnya.
Dari kalangan fakar hukum Islam semenjak awal-awal Islam (setelah wafatnya Nabi Muhammad) maupun hingga kini, sudah terbiasa berbeda pendapat mengenai segala hal. Sedang dalam hal ini mayoritas ahli fikih menggunakan istilah jinayah hanya untuk perbuatan yang mengenai jiwa orang atau anggota badan, seperti membunuh, melukai, memukul dan sebagainya. Ada juga sebagian ahli yang membatasi penggunaan kata jarimah kepada jarimah hudud dan qisas saja., namun ada pula yang menyamakan istilah jarimah dengan jinayah.
Sedang kata hudud bentuk jamak dari kata hadd. Pada asalnya hadd diartikan pemisah antara dua hal, seperti dinding rumah dan batas tanah. Arti bahasa hadd adalah cegahan, sanksi hukuman-hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan disebut hudud, karena hukuman tersebut bertujuan untuk mencegah agar yang telah di beri hukuman itu tidak mengulangi lagi. Menurut istilah syara', had adalah pemberian hukuman dalam rangka hak Allah. Dijatuhkan hukuman tersebut demi kemaslahatan masyarakat dan demi terpeliharanya ketentraman dan ketertiban umum. Hal ini merupakan sebagain dari tujuan agama, maka hukuman itu berdasarkan hak Allah, sehingga tidak bisa digugurkan, baik oleh individu maupun oleh masyarakat.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Republik Persatuan Arab (KUHP RPA), menggunakan istilah jinayah, meskipun tidak persis sebagaimana pengertian para ahli fikih. Dengan mengutip dari buku Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Oleh Ahmad Hanafi, Dalam KUHP RPA ada tiga macam klasifikasi tindak pidana, berdasarkan berat ringannya sanksi hukuman, yakni:
a. Jinayah yaitu sutau tindak pidana yang diancam hukuman mati, kerja berat seumur hidup, kerja berat sementara, atau penjara (pasal 10 KUHP RPA)
b. Janhah yaitu suatu tindak pidana yang diancam hukuman kurungan lebih dari satu minggu atau denda lebih dari seratus piaster (qirsy = satu poun RPA), (pasal 11 KUHP RPA).
c. Mukhalafah yaitu suatu tindak pidana yang diancam hukuman kurungan kurang dari satu minggu atau hukuman denda kurang dari seratus piaster (pasal 12 KUHP RPA).
Menurut Sayid Sabik dalam Fikih Sunnah , Jinayah menurut tradisi syaria'at Islam adalah: segala tindakan yang dilarang oleh hukum syariat Islam. Segala perbuatan yang dilarang oleh syariat harus dihindari, karena perbuatan itu akan menimbulkan madlarat terhadap agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta benda.
Para ahli fikih Islam telah membuat terminology khusus untuk mengklasifikasi tindakan-tindakan pidana menjadi dua macam:
1. Jaraaimul Huduud yakni tindakan pidana yang bersanksikan hukum
hadd.
2. Jaraaimul Qishaash yakni tindakan pidana yang bersanksikan hukum qishas.
Di samping itu ada jarimah takzir, yaitu hukuman yang dijatuhkan
atas jarimah-jarimah yang tidak ditentukan oleh syara'. Hukuman itu jumlahnya sangat banyak dari yang teringan sampai yang terberat . Pada dasarnya takzir bertujuan untuk mendidik, bukan untuk membinasakan. Sedangkan Hakim diberikan kewenangan yang luas dalah takzir dengan acuan keadilan yang seadil-adilnya.
Untuk memudahkan pemahaman, istilah jarimah disamakan dengan istilah jinayah, sehingga jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia Hukum Pidana Islam. Dengan demikian Hukum Pidana Islam adalah suatu peraturan hukum yang mengatur mengenai tindakan pidana yang bersanksikan hadd dan tindakan pidana yang bersanksikan qishas, serta tindakan yang bersanksikan takzir, sedang aturan tersebut bersumberkan dari Alqur'an, Al-Hadis, Ijma', dan Qias serta sumber lainnya.
Adapun yang dimaksud hukum nasional dengan mengutip pendapat Daud Ali, Yaitu: "Hukum yang dibangun oleh bangsa Indonesia, setelah Indonesia merdeka, dan berlaku bagi warga negara Republik Indonesia, sebagai pengganti hukum kolonial" . Ada beberapa pengertian mengenai hukum nasional, namun jika disimpulkan Hukum Nasional adalah: "Hukum yang dibangun oleh suatu negara untuk diberlakukan secara menyeluruh bagi warga negara dalam satu bangsa atau negara tertentu". Sedangkan untuk negara Indonesia , hukum yang berlaku secara menyeluruh bagi seluruh warga negara, dengan acuan kepada Pancasila dan UUD 1945.

2 .Tinjauan Umum Mengenai Hukum Pidana Islam (HPI)
Menurut sejarah, Hukum Islam pernah diterima penuh bagi bangsa
Indonesia yang memeluk agama islam (Receptio in complexu) dengan acuannya Resolutie der Indische regering pada tanggal 25 mei 1760. Pada masa selanjutnya muncullah “Theorie Receptie” yakni hukum Islam baru berlaku jika telah diterima hukum adat , dengan acuannya Indesche Staats regering, Staatblat 1929, yakni hukum Islam dicabut dari lingkungan tata hukum Hindia Belanda, oleh Snauch Hurgronje.
Suatu upaya agar supaya Hukum pidana Islam atau setidak-tidaknya rohnya (nilai-nilainya) terkontribusi terhadap hukum nasional yakni; orang-orang Islam, Fakar-fakar islam, Parpol yang peduli terhadap ajaran Islam, harus berjuang serius dan ikhlas tanpa berhenti hingga qiyamah, berjuang melalui wadah masing-masing. Suatu contoh, Parpol dapat berjuang melaui lembaga legislatifnya, Organisai Islam dapat melalui organisasinya dan dapat di luar organisasi, terjun membaur kepada masyarakat , Para da'i dapat berdakwah lewat ceramahnya, Fakar-fakar dapat berjuang lewat tulisan dan buku-buku, seminar-seminar, dunia akademisi yang bernafaskan islam harus mengembangkan hal ini, Pemegang kepemerintahan dapat berjuang lewat bidangnya, minimal sosialisasinya, kepada masyarakat bahwa hukum pidana islam banyak manfaatnya bagi rakyat jelata maupun bagi bangsa dan bagi negara, serta baik di dunia maupun di akhirat dan lain sebagainya, yang pada intinya banyak jalan menuju Roma.
Menurut Jimly Asshiddiqie, Dalam artikel di Mimbar Hukum , Januari-Februari 2002, menyatakan : Institusi negara yang biasa terlibat dalam proses pembuatan hukum ada tiga macam:
1. Pemerintah adalah produsen hukum terbesar dalam sepanjang sejarah, karena Pemerintah menguasai informasi, mempunyai
akses paling luas dalam proses pembuatan hukum.
2. Parlemen; berfungsi antara lain membuat UUD dan UU, sedangkan hukum di bawahnya bukan parlemen yang membuatnya. Untuk masa kedepan semestinya parlemen ditekankan mengarah sebagai fungsi pengawasan.
3. Pengadilan; Dalam sistem Civil law, peran pemerintah dan parlemen sangat dominan dalam pembuatan hukum , namun sistem Comon law, (judge-made law) pengadilan (hakim) yang dominan membuat hukum. 1
Menurut Rifyal Ka'bah, ( Hakim Agung RI.) Pada majalah suara ULDILAG No. 5 tahun 2004, menyatakan bahwa: Ijtihad yang penting dilakukan pada masa kini adalah ijtihad di lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif. Ketiga lembaga itulah yang mengendalikan kehidupan di abad moderen, fokusnya dalam bidang hukum. Produk hukum yang lahir dari ketiga lembaga itu mempunyai daya untuk memaksa dalam kehidupan warga masyarakat.
Di samping itu apabila dimungkinkan para Ulama’dan para Fakar
hukum yang yang simpati terhadap kemajuan Hukum Islam, berijma’ (Bermufakat) untuk membuat Kompilasi Hukum Pidana Islam atau entah apa namanya membuat terobosan sementara, seperti halnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengenai hukum keluarga. Setelah jadi Kompilasi atau kodifikasi terus dilempar ke public untuk didiskusikan, disosialisasikan, agar diketahui dan dikajinya, atau langsung disodorkan ke DPR agar dibahas dan ditetapkan menjadi UU mungkin dengan berbagai revisi.
Sebenarnya secara tradisional bentuk pidana Islam itu dalam fiqih Islam

__________
1. Jimly Asshiddiqie, Dalam artikel di Mimbar Hukum , Januari-Februari 2002 h.19

banyak, yaitu antara lain: pidana mati (qishas atas jiwa), pidana qishas atas anggota badan, pidana diyat pengganti pidana mati, pidana rajam (hukuman pezina bagi yang pernah menikah, dirajam yakni dilempar batu sampai mati), pidana dera bagi pezina bujangan, pidana potong tangan dan kaki bagi pencuri, pidana kafarah (kewajiban religius), pidana takzir, Pidana pembuangan, pidana penjara seumur hidup, pidana cambuk atau dera, pidana diyat (denda), pidana peringatan, pidana pemukulan, pidana ta'zir dan sebagainya.
Sebagian ulama' mengelompokkan jinayah dari segi 'uqubat (sanksi hukuman), sehingga dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok:
a). Qishas-diyat; yakni tindakan kejahatan yang sanksi hukumannya adalah balasan yang setimpal (qishas) dan denda darah (diyat). Yang masuk kelompok ini adalah Pembunuhan, pelukaan dan penghilangan bagian atau anggota badan.
b). Hudud; yakni kejahatan yang sanksi hukumannya ditetapkan secara pasti oleh Allah dan/atau Nabi SAW. Kelompok ini adalah ada tujuh macam yaitu: pencurian, perampokkan, perzinaan, tuduhan zina tanpa bukti, minum minuman keras, makar (pemberontakan), dan murtad.
c).Takzir; yaitu kejahatan selain qisas-diyat dan hudud, hal ini sanksinya diserahkan kepada penguasa atau hakim. Mengenai materi Porno grafi maupun pornoaksi dapat dimasukkan di kelompok takzir, karena termasuk melanggar susila dan ketertiban umum. Dari Sejumlah bentuk pidana islam tersebut dari segi objek ancamannya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Pidana atas jiwa, terdiri dari : a). Pidana mati dengan pedang.b). Pidana mati dengan digantung di tiang salib. c). Pidana mati dengan dilempar batu (rajam).
2. Pidana atas harta kekayaan, mencakup: a). Pidana diyat ganti rugi dan b). Pidana ta'zir sebagai tambahan.
3. Pidana atas anggota badan, terdiri dari: a). Pidana potong tangan dan kaki. b). pidana tangan atau kaki. c). Pidana pemukulan merupakan variasi bentuk pidana sebagai peringatan dan pelajaran.
4. Pidana atas kemerdekaan, meliputi: a). Pidana pengusiran atau pembuangan. b). Pidana penjara seumur hidup. c). Pidana penahanan yang bersifat sementara.
5. Pidana atas kehormatan dan keimanan, berupa: a). Pidana teguran atau peringatan. b). Kaffarah sebagai hukuman yang besifat religius.
Dari sekian materi hukum Pidana tersebut, kiranya dalam sekala prioritas yang harus dikontribusikan terhadap Hukum Pidana Nasional atau KUHP baru adalah sebagai berikut:
1. Pidana Qishas ( Hukuman mati atau diat)
2. Pidana akibat melakukan zina dan qadaf (penuduh zina tanpa 4 saksi)
3. Pidana akibat Minuman keras (narkoba) dan judi
4. Pidana akibat melakukan pencurian termasuk korupsi
5. Pidana akibat hirabah dan bughat (termasuk begal,teroris dan sparatis)
6. Pidana akibat keterkaitan pornografi dan pornoaksi (sebgai tambahan baru).
Kenapa semua materi Hukum Pidana Islam tidak dirumuskan atau dibuat RUU secara utuh menjadi KUHAP baru saja ? hal itu kiranya tidak tepat karena mengingat prularitas bangsa Indonesia, lagi pula KUHP itu masih banyak materi yang masih cocok bagi tatanan hukum kita.
Banyak fakar hukum Indonesia yang menilai hukum mati itu ketinggalan zaman, tidak manusiawi, melanggar HAM, dan berbagai alasan yang lainnya, meskipun seseorang telah membunuh orang begitu sadisnya, kemudian menambahkan alasan tadi, bahwa hukuman penjara seumur hidup itu lebih berat dari pada hukuman mati . Suatu contoh Fakar hukum kita yang menolak hukum mati antara lain : Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, Sahetapy, dan sebagainya. Memang sebagai rujukan KUHP yang semula peninggalan Belanda, Belanda sudah tidak memberlakukan Hukum mati, namun banyak negara lain yang masih memberlakukan hukuman mati, seperti Amerika, Perancis, Jepang, Korea, Negara-negara Timur Tengah, Singapura, China dan sebagainya.
Ajaran Islam sebenarnya menyuruh (memerintah) umatnya untuk menjalankannya secara kaffah (total) namun di Indonesia tidak mungkin, karena berbagai alasan antara lain kebhennikaan Indonesia itu sendiri, oleh karena nilai-nilai (roh Islam ) itu yang kita perjuangkan untuk ke sana. Menjalankan hukum islam dan memperjuangkanya bernilai ibadah , maka dari itu para fakar hukum yang beragama Islam semestinya harus mengembangkannya, bukan malah menghalanginya dan menggantinya dengan hukum yang lain. Kalau fakar hukum yang beragama Islam saja enggan memakainya apalagi fakar hukum yang non muslim. Dengan memasukkan nilai-nilai Islam kepada hukum Nasional, orang non muslim juga tidak dirugikannya karena Islam adalah Rahmatal Lil ‘Alamin. Hukum nasional yang sudah di kontribusi dengan roh hukum islam antara lain:
1. UU.1 tahun 1974, UU. Perkawinan.
2. UU. 7 tahun 1989, UU. Peradilan Agama.
3. UU. No. 38 Tahun 1999, tentang Pengelolaan Zakat
2. PP. No. 9 tahun 1975, Juklak UU. No. Tahun 1974
3. Kompilasi Hukum Islam,
4. UU. No. 17 Tahun 1999, tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
5. UU. No. 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus Provinsi Nangru Aceh Darusalam
6. Dan sebagainya . (baca :Mimbar Hukum No.56 tahun XIII 2002)
Suatu prinsip agar hukum dapat ditegakkan antara lain: untuk mewujudkan kemashlahatan , keadilan, dan kasih sayang sesama manusia. Dan hal ini terkait dengan lima hal yang hakiki, yakni : jiwa, agama, akal, kehormatan, dan harta benda.
Hukum pidana Islam merupakan gabungan antara teori pembalasan (teori absolut) dengan teori tujuan preventif (teori relatif), yang kiranya harus di junjung tinggi dan dilaksanakan oleh umatnya. Suatu hal yang esensi hukum pidana islam yang sekiranya mungkin dapat diterima oleh mayoritas masyarakat Indonesia yaitu antara lain:
1).Hukuman Qishas (hukuman mati) , bagi pembunuh dengan sengaja (berencana) bahkan sadis, pelaku cakap hukum, dan wali tak memaafkannya. Sedangkan pembunuhan tanpa sengaja (tanpa direncana) tidak bisa dihukum mati, namun diganti hukuman diat.
2).Hukuman bagi pelaku zina, Muhshan (sudah bersuami istri melakukan zina) dalam pidana islam di rajam sampai mati, dan tak peduli dilakukan suka sama suka atau tidak, Sedang Ghairu muhshan ( bujangan melakukan zina), hukuman di dera 100 kali dan terus di buang ke Luar negeri). Barang kali hukuman semacam ini perlu diambil rohnya saja dalam artian tidak persis seperti itu, namun setara dengan itu dan sekiranya dapat menjerakan.
3).Hukuman pencurian, termasuk korupsi karena pada hakekatnya koruptor juga pencuri, dalam pidana islam dipotong tangan kanan, jika mencuri lagi potong kaki kiri, jika mencuri lagi tangan kiri, dan jika masih mencuri lagi potong kaki kanan, hal ini kiranya dapat dijalankan atau dapat dimasukkan dalam KUHP baru. Dalam Islam persyaratan hukuman tersebut: 1. Pelaku cakap hukum, 2. barangnya ada 1 nishab ¼ dinar = 4 1/2 gram emas , 3. barang pada tempat yang layak.
4).Hukuman minuman keras, termasuk didalamnya berjudi dan narkoba, dalam pidana islam di cambuk 40 kali, ini kiranya dapat pula diterapkan mengingat sudah merajalela dan merusak moral generasi penerus bangsa.
5). Hirabah; yakni gerombolan pengacau keamananan yang bersenjata. Hukumannya dibunuh dan disalip serta dipotong tangan dan kakinya.Hal ini syaratnya 1. pelaku cakap bertindak hukum, 2. Pelaku membawa senjata, 3. pelaku pada lokasi jauh dari keramaian, 4. Secara terang-terangan.
6).Homosex; dalam hal ini hukumannya ada 3 pendapat:1. Dibunuh meskipun bujangan. 2. Dipersamakan Zina, 3. di takzir. Materi ini kiranya tak bisa dimasukkan kepada hukum nasional karena tak relevan dengan HAM dan sulit penerapannya.
7).Qodaf: yaitu menuduh zina, hukumannya 80 dera. Syarat-syaratnya :
a. Qadif (penuduh); Berakal, dewasa, tanpa dipaksa;
b. Maqduf (yang dituduh): berakal, dewasa islam merdeka, belum pernah zina dan menjauhi zina;
c.Maqduf bih ( suatu kalimat yang dipergunakan untuk menuduh zina). Misalnya hai pelacur, hai pezina, dan atau dengan sindiran.
Had qadaf bisa gugur apabila, si penuduh dapat mendatangkan 4 orang saksi yang langsung melihatnya.
Suatu pandangan yang meotifasi agar supaya Hukum Pidana Islam dikontribusikan dalam Hukum Nasional antara lain sebagai berikut:
a. hukuman qishas
Dalam ajaran Islam, Allah telah mengatur qishas dengan menghukum mati bagi pelaku pembunuhan sengaja berencana, untuk balasan dan peringatan bagi masyarakat yang lainnya, untuk ikut menjaga ketertiban umum dan menjaga stabilitas keamanan. Pada Alqur'an Surat Albaqarah ayat 178 di sebutkan sebagai berikut:
ياأيها الذ ين ءامنوا كتب عليكم القصاص في القتلى الحر بالحر والعبد بالعبد والأنثى بالأنثى ف شيء فاتباع بالمعروف وأداء إليه بإحسان
ذ لك تخفيف من ربكم ورحمة فمن اعتدى بعد ذلك فله عذاب أليم(178)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu hukum qishas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita,. Maka barang siapa (yang mendapat ampunan) mengikuti cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ampunan) membayar (diat) kepada pemberi ampunan dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah keringan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yan melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (Surat Al-baqarah ayat 178) 1
Dalam hukum pidana Islam dari segi jenisnya pembunuhan ada tiga macam, yaitu :
1. pembunuhan sengaja,
2. Pembunuhan mirip sengaja,
3. pembunuhan salah.
Pembunuhan sengaja hukumannya adalah hukum mati, apabila wali si terbunuh tidak memaafkannya, meskipun memafkanya si pembunuh masih ada hukuman diat berat. Sedangkan pembunuhan mirip sengaja hukumanya diyat yang diberatkan, yakni 100 ekor unta bagi pemilik unta, 200 ekor sapi bagi pemilik sapi dan 2000 ekor kambing bagi pemilik kambing. Sedangkan pembunuhan salah yakni pembunuh sama sekali tak berniat membunuh tetapi akibat dari ulahnya, maka dia dikenai hukuman diat ringan. Kemudian diat denda itu untuk siapa? Tentu saja untuk wali si terbunuh, bukan untuk pemerintah, namun jika wali sudah tiada lagi tentu bagi negara untuk kepentingan umum. (Terjemah Fikih Sunnah jlid 10, oleh M.Nabhan Husaiein)
Dalam pasal 340 KUHP disebutkan sebagai berikut: " Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun." Dari kandungan pasal tersebut cukup jelas, namun yang perlu disinggung peranan wali korban dalam KUHP tidak ada pengaruhnya atas sanksi pidana bagi pelaku pembunuhan tersebut. Sedangkan dalam Hukum Pidana Islam (HPI) peranan wali sangat menentukan terhadap pelaku pembunuhan tersebut, sanksi pidana mati bisa terjadi atau justru ditiadakannya, tergantung kesepakatan walinya.
Apakah hukuman mati melanggar HAM? bukankah hukuman mati itu di tujukan (fokus) terhadap orang telah membunuh orang lain dengan rencana, apakah orang telah membunuh itu tidak melanggar HAM? Kalau takut dihukum mati kenapa ia membunuh orang lain? jadi sudah wajar orang tersebut menerima balasan yang setimpal pula atau bisa dikategorikan adil, agar menjadi pelajaran bagi calon para pembunuh, agar dengan tidak seenaknya membunuh orang lain. Apabila ada sesorang terbukti sebagai pembunuh berencana lalu tidak diganjar sanksi yang setimpal, misalnya diganti dengan sanksi pidana seumur hidup atau yang lainnya, dengan alasan memberi kesempatan agar ia berbuat baik dan lain-lain, justru itu tidak adil sama artinya melindungi penjahat dan mengabaikan yang baik. Seperti kasus Irfan yang telah menghabisi nyawa isterinya dan seorang hakim Pengadilan Agama Sidoarjo (M.Taufik) beberapa bulan yang lalu, Pengadilan Militer telah memvonis Irfan dengan pidana mati, apakah sanksi hukuman demikian di anggap melanggar HAM.1
Di Iran, eksekusi hukuman mati dilakasanakan di depan masjid secara terbuka untuk umum, ia di gantung bahkan keluarga korban pembunuhan diperbolehkan balas dendam, boleh mukul, boleh membacoknya, memang rasanya sangat kejam. Namun di Indonesia eksekusi hukuman mati dilakukan secara tersembunyi pada waktu malam hari dan dihadapan regu tembak. Dalam hal eksekusi hukuman mati untuk Indonesia yang kita cinta ini kiranya perlu diperhalus lagi teknisnya, mungkin seperti di suntik mati (eutanasia), atau apa saja yang nampak tidak begitu kejam, tetapi hukuman mati harus tetap dipertahankan di Indonesia ini serta eksekusinya harus di depan umum supaya diketahui masyarakat umum untuk pelajaran umum, kalau berbuat membunuh begitulah hukumannya, tentunya dengan harapan calon pembunuh akan penuh
___________
1. Harian Surya, 3 Maret 2006.
berhati-hati.
Di Inggris, Jerman, Prancis, dan Amerika, menjalankan hukuman mati dengan alasan karena hukuman mati merupakan cara yang baik untuk memberantas kejahatan dan mengecilkan tindakan kejahatan. Alasan seperti tersebut sama saja sebagaimana alasan-alasan yang di kemukakan oleh para ahli hukum (fuqaha') dari kalangan orang muslim. (Baca: Asas-Asas Hukum Pidana Islam oleh Ahmad Hanafi, MA. h. 222).
b. Hukuman Zina
Dalam pasal 284 (1) KUHP diancam pidana penjara paling lama 9 bulan; 1(a). Seorang pria telah kawin yang melakukan zina, padahal diketahui pasal 27 BW. Berlaku baginya. 1(b). Seorang wanita telah kawin yang melakukan zina.
Sanksi pidana bagi pezina bujangan, menurut surat An-Nur ayat 2:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا
رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ
عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ(2
Artinya: Perempuan yang berzina dan lelaki yang berzina, maka deralah masing-masing mereka seratus kali dera/pukul. Dan janganlah kamu belas kasihan kepada keduanya menghalangi kamu untuk menjalankan agama Allah, jika memang kamu beriman kepada Allah dan
hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaa hukuman mereka itu disaksikan oleh sekumpulan orang yang beriman.
Sanksi pidana pelaku zina bagi yang pernah bersuami isteri:
Hadis nabi SAW yang berbunyi:
الشيخ وا الشيخة اذا ز نيا فا رجمو هما البتة بما قضيا من الذ ة
Artinya: Orang yang sudah berumur, baik lelaki maupun perempuan, jika dia berzina, maka rajamlah mereka sampai mati sebagai imbalan dari kelezatannya yang telah dicicipinya. (Fiqh Sunnah J.9 h. 102)
Rumusan materi dan pengertian Zina, dalam KUHP itu harus direvisi, terutama yang materi zina bagi Orang sudah pernah bersuami isteri (zina muhshan) dengan yang belum pernah bersuami isteri (ghairu muhshan), ancaman pidananya harus dibedakan . Adapun sanksi pidana zina muhshan dalam hukum pidana Islam adalah di rajam sampai mati, tentunya ada persyaratan tertentu, sedangkan bagi zina ghairu muhshan sanksi pidanya adalah di dera / dipukul 100 kali, lalu di asingkan ke luar kota dalam perjalanan orang boleh menqasar sholat (81 KM).
Mengapa sanksi hukuman pelaku zina dalam hukum Islam begitu menyeramkan jika dibanding hukum yang lainnya ? Karena dengan perzinaan dampaknya sangat sangat luar biasa, bisa menimbulkan kerusakan yang besar, menghancurkan peradaban, menularkan beberapa penyakit seperti HIV, syphilis, gonorho dansebagainya, merupakan salah satu penyebab terjadinya pembunuhan, menimbulkan broken home, menimbulkan aib keluarga, mengganggu perkembangan psikis anak keturunannya, mempersamakan dirinya dengan binatang, tindakan semacam ini wajarnya perbuatan binatang , bukan manusia yang mulia dan lain-lain.
Suatu fenomena apabila ketentuan sanksi zina dimasukkan ke dalam hukum nasional kita entah dibungkus dengan peraturan hukum apa namanya, mungkin banyak nyawa yang hilang , karena begitu banyak orang Indonesia yang melakukan perzinaan. Sedang jika pelaku zina masih bujangan hukumannya di dera atau dicambuk 100 kali. Hal ini kiranya akan membuat bergetar bagi para anak baru gede (ABG) Indonesia yang akan berbuat perzinaan , sehingga moral bangsa Indonesia akan di huni oleh penduduk yang bermoral budi luhur.
Apabila dibandingkan sanksi pidana antara KUHP dengan Hukum pidana Islam, Jauh lebih berat Hukum pidana Islam, sehingga dimungkinkan akan menjerakan kepada pelaku dan pelajaran bagi calon pezina yang lainnya. Dengan demikian pasal seperti yang terurai pada KUHP tentang zina, sudah seharusnya direvisi meskipun tidak persis seperti aturan dalam pidana zina dalam islam , namun harus diperberat ancaman penjaranya misal seumur hidup atau 10 tahun ke atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar