Powered By Blogger

SETUJUKAH GUBERNUR KE BAWAH DIPILIH DPRD

belajar sadar diri terhadap aturan hukum Tuhan m,aupun Negara

Jumat, 31 Desember 2010

kikis mafia

susahnya menjadi orang sadar hukum!tapi enak jika sadar itu
Tak henti-hentinya negeri ini menangis dengan berbagai tragedi yang silih berganti menggoncang kedamaian negeri ini. Mulai dari bencana alam yang datang tiba-tiba tanpa aba-aba hingga krisis ekonomi yang tak kunjung menemui jalan akhir. Hampir 65 lima tahun negeri ini sudah bebas dari penjajah, dan sudah sepuluh tahun sejak reformasi menduduki negeri, namun tanda-tanda perubahan dan kesejahteraan rakyat belum kunjung tiba waktunya.

Sesungguhnya negeri ini belum merdeka. Negeri ini masih hidup dalam kungkungan penjajahan, penjajahan kemiskinan, kebodohan, kemelaratan, ketidakadilan serta kesewenang-wenangan. Hukum seakan tidak memiliki taring untuk menerkam para penjahat-penjahat berdasi yang menjajah negerinya sendiri.


Belum hilang dari ingatan kita, tentang kasus mafia peradilan dan mafia kasus yang beberapa bulan terakhir ini selalu menghiasi media massa di negeri ini. Sebuah berita yang menggugah rasa keadilan kita, sungguh membuat hati menangis. Kasus suap semakin merajalela dikalangan para punggawa-punggawa penegak hukum kita. Hukum seakan-akan terbeli oleh segepok rupiah di tangan mereka. Tanpa rasa malu berbicara ini dan itu di media, seakan-akan dirinya bersih dari segala kejahatan yang dituduhkan kepadanya.

Kasus terakhir yang mencuat adalah mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan, yang juga menyeret beberapa oknum penegak hukum di lingkungan kejaksaan dan pengadilan, berhasil menyita perhatian public. Banyak spekulasi yang beredar di masyarakat, mulai obrolan tingkat tinggi para pakar hukum, hingga obrolan ringin di warung nasi kucing. Semuanya membahas mengenai kasus ini.

Membaca artikel di atas, yang menyatakan bahwa Mahkamah Agung (MA) mengaku telah menindak 30 hakim terkait praktik makelar kasus (markus) karena dinilai mengganggu independensi hakim. Jumlah 30 hakim bukan lah jumlah yang kecil. Bayangkan apa yang terjadi pada penegakan hukum di negeri ini, jika para penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum, malah mempermainkan hukum itu sendiri. Kemana lagi masyarakat mencari keadilan dan perlindungan hukum, sementara penegak hukum itu sendiri sudah menghianati mereka.

Namun walaupun ketua Mahkamah Agung mengatakan bahwa pihaknya sudah menindak para hakim yang melakukan praktek makelar kasus, namun tidak serta membuat pesoalan ini menjadi sederhana atau bahkan selesai. Itu baru permulaan, harus kita akui bahwa negeri ini sudah cukup sekarat hukumnya. Sangat sulit untuk mempercayai siap penegak hukum yang bisa berbuat adil, karena hampir semua sistem Peradilan yang ada sudah tercemar oleh mafia peradilan dan makelar kasus.

Patut kita puji upaya dari Mahkamah Agung dalam menertibkan hakim-hakimnya agar tidak melakukan praktek mafia peradilan dan mafia kasus. Tetapi perlu kita ingat juga, bahwa peran masyarakat secara luas juga merupakan unsur penting dalam memerangi mafia peradilan mafia kasus. Karena tanpa kita sadari, bahwa kebiasaan dari masyarakat kita yang cenderung instan dan suka bertele-tele merupakan faktor utama yang menciptakan budaya korup di dalam masyarakat itu sendiri.


POLA-POLA DALAM PRAKTEK MAFIA PERADILAN
Bahkan tidak bisa kita bantah lagi, bahwa pola-pola praktek mafia peradilan dan mafia kasus dalam tubuh sistem peradilan pidana kita sudah tumbuh sedemikan rupa, hingga sudah hampir dapat kita katakan terorganisir dengan rapi. Adapun pola-pola tersebut mulai dari tingkat penyelidikan hingga pada proses eksekusi, adalah sebagai berikut:


1.1. KEPOLISIAN

A. Tahap Penyelidikan

1. Permintaan uang jasa

· Laporan ditindaklanjuti setelah menyerahkan uang jasa.

2. Penggelapan perkara

· Penanganan perkara dihentikan setelah ada kesepakatan membayar sejumlah uang kepada polisi.

B. Tahap Penyidikan

1. Negosiasi Perkara

· Tawar menawar pasal yang dikenakan terhadap tersangka dengan imbalan uang yang berbeda-beda.

· Menunda surat pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada kejaksaan.

2. Pemerasan oleh Polisi

· Tersangka dianiaya lebih dulu agar mau kooperatif dan menyerahkan uang.

· Mengarahkan kasus lalu menawarkan jalan damai.


C. Pengaturan Ruang Tahanan

Penempatan di ruang tahanan menjadi alat tawar-menawar.

1.2. KEJAKSAAN

1. Pemerasan

Penyidikan diperpanjang untuk merundingkan uang damai.
Surat panggilan sengaja tanpa status “saksi” atau “tersangka”, pada ujungnya saat pemeriksaan dimintai uang agar statusnya tidak menjadi “tersangka”.
2. Negosiasi Status

Perubahan status tahanan seorang tersangka juga jadi alat tawar-menawar.
3. Pelepasan Tersangka

Melalui surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atau sengaja membuat dakwaan yang kabur (obscuur libel) sehingga terdakwa divonis bebas.
4. Penggelapan Perkara

Berkas perkara dapat dihentikan jika memberikan sejumlah uang.
Saat dilimpahkan ke kejaksaan, polisi menyebutkan “sudah ada yang mengurus” sehingga tidak tercatat dalam register.
5. Negosiasi perkara

Proses penyidikan yang diulur-ulur merupakan isyarat agar keluarga tersangka menghubungi jaksa.
Dapat melibatkan calo, antara lain dari kejaksaan, anak pejabat, pengacara rekanan jaksa.
Berat atau kecilnya dakwaan menjadi alat tawar-menawar.
6. Pengurangan tuntutan

Tuntutan dapat dikurangi apabila .......

Kamis, 19 Agustus 2010

warisan

susahnya menjadi orang sadar hukum!

HUKUM WARIS ISLAM



Ringkasan ilmu waris ini merupakan rangkuman dari beberapa kitab (lihat bagian 'Referensi' di bawah).
Ada beberapa bagian penting dari ilmu waris yang tidak tercakup di dalam ringkasan ini, di antaranya:

1. Aul dan radd
2. Warisan dzawi al-Arham
3. Mewariskan secara at-Taqdir
4. dan yang lainnya

Bagi anda yang ingin mengetahui ilmu waris secara lebih mendalam, silahkan merujuk kepada kitab-kitab
yang khusus membahas masalah tersebut. Beberapa kitab dapat dilihat di bagian 'Referensi' di bawah.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Rukun waris ada tiga, yaitu:
-----------------------------------
1. Al-Muwarrits
Yaitu orang yang meninggal dunia atau mati, baik mati hakiki maupun mati hukmiy (suatu kematian yang dinyatakan oleh keputusan hakim atas dasar beberapa sebab, kendati sebenarnya ia belum mati, yang meninggalkan harta atau hak.
2. Al-Warits
Yaitu orang hidup atau anak dalam kandungan yang memiliki hak mewarisi, meskipun dalam kasus tertentu akan terhalang.
3. Al-Mauruts
Yaitu harta benda yang menjadi warisan.

Syarat waris ada tiga, yaitu:
-----------------------------------
1. Matinya orang yang mewariskan.
2. Adanya ahli waris yang masih hidup
3. Mengetahui sebab-sebab yang mengikat ahli waris dengan di mayit.
Hal-hal yang menghalangi hak waris
-------------------------------------------
1. Perbudakan
Seorang yang berstatus sebagai budak tidak memiliki hak untuk mewarisi sekalipun dari saudaranya, demikian juga sebaliknya.
2. Pembunuhuan
Apabila seorang ahli waris membunuh pihak yang akan mewariskan (misal, seorang anak membunuh ayahnya), maka ia tidak berhak mendapatkan warisan.
3. Perbedaan agama
Seorang musilm tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh orang non muslim, apapun agamanya.

Tingkatan Ahli Waris
--------------------------
Antara ahli waris yang satu dan lainnya memiliki perbedaan tingkatan dan urutan. Artinya, warisan itu diberikan terlebih dahulu kepada tingkat pertama, dan bila tidak ada, baru kepada yang selanjutnya.

Berikut ini macam-macam ahli waris berdasarkan urutan dan derajatnya:

1. Ash-haabul furuudh
Golongan inilah yang pertama diberi bagian harta warisan. Mereka adalah orang-orang yang telah ditentukan bagiannya dalam Al-Quran, As-Sunnah, dan ijma'.

2. 'Ashobaat nasabiyah
Setelah ash-haabul furuudh, barulah giliran 'ashobaat nasabiyah yang menerima bagian. 'Ashobaat nasabiyah yaitu setiap kerabat (nasab) mayit yang menerima sisa harta warisan yang telah dibagikan. Jika tidak ada ahli waris lainnya, ia berhak mengambil seluruh harta peninggalan. Contohnya anak laki-laki mayit, cucu laki-laki dari anak laki-laki, saudara sekandung laki-laki, dan lainnya.

3. Uulul arhaam (kerabat)
Yang dimaksud kerabat di sini ialah kerabat mayit yang masih memiliki kaitan rahim yang tidak termasuk ash-haabul furuudh dan tidak juga termasuk 'ashobah. Contohnya paman dari ibu, bibi, cucu laki-laki dari anak perempuan. Bila mayit tidak punya kerabat yang termasuk dalam ash-haabul furuudh ataupun 'ashobah, maka para kerabat yang masih punya ikatan rahim dengannya berhak mendapatkan warisan.



Ahli waris dari golongan laki-laki
--------------------------------------
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah
3. Ayah
4. Kakek (dari pihak ayah) dan seterusnya ke ayah, dari pihak laki-laki saja
5. Saudara laki-laki sekandung
6. Saudara laki-laki seayah
7. Saudara laki-laki seibu
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
10. Paman (saudara sekandungnya ayah)
11. Paman (saudara seayahnya ayah)
12. Anak laki-laki dari paman (sekandung dengan ayah)
13. Anak laki-laki dari paman (seayah dengan ayah)
14. Suami
15. Laki-laki yang memerdekakan budaknya.

Ahli waris dari golongan perempuan
------------------------------------------
1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki
3. Ibu
4. Nenek (ibunya ibu)
5. Nenek (ibunya ayah)
6. Nenek (ibunya kakek dari ayah)
7. Saudara perempuan sekandung
8. Saudara perempuan seayah
9. Saudara perempuan seibu
10. Istri
11. Perempuan yang memerdekaan budak

Pembagian warisan menurut Al-Quran
----------------------------------------------
Jumlah bagian yang telah ditentukan Al-Quran ada enam macam, yaitu setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).

A. Ash-haabul furuudh yang berhak mendapatkan 1/2
-----------------------------------------------------------------

1. Suami
2. Anak perempuan
3. Cucu perempuan dari anak laki-laki
4. Saudara perempuan sekandung
5. Saudara perempuan seayah

1. Suami berhak mendapatkan 1/2 dari harta warisan dengan satu syarat:
- Apabila si mayit (yakni istrinya) tidak memiliki keturunan, baik laki-laki maupun perempuan

2. Anak perempuan berhak mendapatkan 1/2 harta warisan dengan 2 syarat:
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki anak laki-laki, jadi anak perempuan itu tidak memiliki saudara laki-laki
- Anak perempuan itu adalah anak tunggal

3. Cucu perempuan dari anak laki-laki mendapatkan 1/2 harta warisan dengan 3 syarat:
- Apabila ia tidak memiliki saudara laki-laki
- Apabila ia hanya seorang
- Apabila pihak yang mewariskan tidak memiliki anak laki-laki maupun anak perempuan

4. Saudara perempuan sekandung mendapat 1/2 warisan dengan 4 syarat:
- Ia tidak memiliki saudara laki-laki sekandung
- Ia hanya seorang diri (tidak memiliki saudara perempuan)
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki ayah atau kakek
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki keturunan laki-laki ataupun perempuan

5. Saudara perempuan seayah mendapat 1/2 warisan dengan 5 syarat:
- Ia tidak memiliki saudara laki-laki
- Ia hanya seorang diri (tidak memiliki saudara perempuan)
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki saudara perempuan sekandung
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki ayah atau kakek
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki keturunan laki-laki ataupun perempuan

B. Ash-haabul furuudh yang berhak mendapatkan 1/4
-----------------------------------------------------------------
1. Suami
2. Istri

1. Seorang suami mendapatkan bagian waris 1/4 jika istrinya yang meninggal memiliki keturunan
2. Seorang istri mendapatkan bagian waris 1/4 jika suaminya yang meninggal tidak memiliki keturunan
Jatah 1/4 ini adalah untuk satu orang istri atau lebih.

C. Ash-haabul furuudh yang berhak mendapatkan 1/8
-----------------------------------------------------------------
1. Istri
1. Seorang istri mendapatkan bagian waris 1/8 jika suaminya yang meninggal memiliki keturunan
Jatah 1/8 ini adalah untuk satu orang istri atau lebih.

D. Ash-haabul furuudh yang berhak mendapatkan 2/3
-----------------------------------------------------------------
1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki
3. Saudara perempuan sekandung
4. Saudara perempuan seayah

1. Anak perempuan berhak mendapatkan 2/3 harta warisan dengan 2 syarat:
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki anak laki-laki, jadi anak perempuan itu tidak memiliki saudara laki-laki
- Jumlah anak perempuan itu 2 atau lebih

2. Cucu perempuan dari anak laki-laki mendapatkan 2/3 harta warisan dengan 3 syarat:
- Apabila ia tidak memiliki saudara laki-laki
- Apabila jumlah cucu perempuan itu 2 atau lebih
- Apabila pihak yang mewariskan tidak memiliki anak laki-laki maupun anak perempuan

3. Saudara perempuan sekandung mendapat 2/3 warisan dengan 4 syarat:
- Ia tidak memiliki saudara laki-laki sekandung
- Saudara perempuan sekandung itu berjumlah 2 atau lebih
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki ayah atau kakek
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki keturunan laki-laki ataupun perempuan

4. Saudara perempuan seayah mendapat 2/3 warisan dengan 5 syarat:
- Ia tidak memiliki saudara laki-laki
- Saudara perempuan seayah itu berjumlah 2 atau lebih
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki saudara perempuan sekandung
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki ayah atau kakek
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki keturunan laki-laki ataupun perempuan

E. Ash-haabul furuudh yang berhak mendapatkan 1/3
-----------------------------------------------------------------
1. Ibu
2. Saudara seibu, laki-laki maupun perempuan
1. Seorang ibu berhak mendapatkan bagian 1/3 dengan syarat:
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki keturunan laki-laki atau perempuan
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki lebih dari 1 saudara, baik saudara sekandung, seayah, atau seibu

2. Saudara seibu (laki-laki maupun perempuan) mendapatkan bagian waris 1/3 dengan syarat:
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki keturunan baik laki-laki maupun perempuan
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki ayah atau kakek
- Jumlah saudara seibu tersebut dua atau lebih. Mereka bersekutu dalam bagian 1/3 itu.
Bagian laki-laki sama dengan bagian perempuan.

Catatan:
Ada dua kasus dimana ibu mendapat 1/3 dari sisa warisan, bukan 1/3 dari seluruh warisan.
Kasus 1
Bila ahli waris terdiri dari ayah, ibu, dan suami. Maka dalam hal ini suami mendapatkan 1/2, ibu mendapatkan
1/3 dari sisa, dan ayah mendapatkan 2/3 dari sisa. Jadi ibu mendapatkan 1/6 (1/3 kali 1/2), dan ayah mendapatkan 2/6.

Kasus 2
Bila ahli waris terdiri dari ayah, ibu, dan istri. Maka dalam hal ini istri mendapatkan 1/4, ibu mendapatkan
1/3 dari sisa, dan ayah mendapatkan 2/3 dari sisa. Jadi ibu mendapatkan 1/4 (1/3 kali 3/4), dan ayah mendapatkan 2/4.

F. Ash-haabul furuudh yang berhak mendapatkan 1/6
-----------------------------------------------------------------
1. Ayah
2. Kakek (ayahnya ayah)
3. Ibu
4. Cucu perempuan dari anak laki-laki
5. Nenek
6. Saudara perempuan seayah
7. Saudara seibu, laki-laki atau perempuan

1. Ayah mendapatkan bagian 1/6 bila:
- Pihak yang mewariskan memiliki keturunan baik laki-laki maupun perempuan
2. Seorang kakek (ayah nya ayah) mendapatkan bagian 1/6 bila:
- Pihak yang mewariskan memiliki keturunan baik laki-laki maupun perempuan
- Tidak adanya ayah dari pihak yang mewariskan

3. Ibu mendapatkan bagian 1/6 apabila terpenuhi salah satu dari 2 kondisi berikut:
- Pihak yang mewariskan memiliki keturunan, baik laki-laki maupun perempuan
- Pihak yang mewariskan memiliki dua atau lebih saudara, baik sekandung, seayah, atau seibu

4. Cucu perempuan dari anak laki-laki mendapatkan 1/6 bila:
- Pihak yang mewariskan memiliki satu anak perempuan yang mendapatkan bagian 1/2

5. Nenek (satu atau lebih, dari pihak ayah ataupun ibu) mendapatkan bagian 1/6 bila:
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki ibu
6. Saudara perempuan seayah mendapatkan bagian 1/6 bila:
- Pihak yang mewariskan memiliki satu saudara sekandung perempuan yang mendapatkan bagian 1/2

7. Saudara seibu (laki-laki maupun perempuan) mendapatkan bagian waris 1/6 dengan syarat:
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki keturunan baik laki-laki maupun perempuan
- Pihak yang mewariskan tidak memiliki ayah atau kakek
- Jumlah saudara seibu tersebut hanya satu

G. Golongan 'Ashobah
---------------------------
Golongan berikutnya yang mendapatkan hak warisan yaitu 'ashobah. Berbeda dengan ash-haabul furuudh yang menerima
warisan dengan 'jatah' yang telah ditentukan dalam nash al-Quran atau hadits, 'ashoba menerima bagian warisan
yang tersisa, setelah masing-masing dari ash-haabul furuudh menerima bagiannya.
Macam-macam 'ashobah
1. 'Ashobah bin nafs
2. 'Ashobah bil ghoir
3. 'Ashobah ma'al ghoir

1. 'Ashobah bin nafs
Adalah setiap laki-laki yang sangat dekat hubungan kekerabatannya dengan si mayit, yang tidak diselingi oleh seorang
perempuan. Mereka adalah anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki (dan seterusnya ke bawah), ayah, kakek,
saudara sekandung laki-laki, saudara seayah laki-laki, anak laki-laki dari saudara sekandung laki-laki, anak laki-laki dari
saudara seayah laki-laki, paman (sekandung dengan ayah), paman (seayah dengan ayah), anak laki-laki dari paman
yang sekandung dengan ayah, dan anak laki-laki dari paman yang seayah dengan ayah.

Bila salah satu dari mereka menjadi satu-satunya ahli waris, maka dia berhak mendapatkan semua harta warisan.
Namun bila ada ash-haabul furuudh bersama mereka, ia menerima sisa warisan setelah masing-masing ahli waris
ash-haabul furuudh mendapatkan bagiannya.

Bila terdapat lebih dari satu ashobah bin nafs, maka berikut ini adalah urutan prioritas yang menentukan pihak mana
lebih didahulukan mendapatkan harta waris dan menghalangi pihak lainnya, dengan pengecualian ayah dan kakek tidak
terhalangi oleh anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki.
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. Ayah
4. Kakek
5. Saudara laki-laki sekandung
6. Saudara laki-laki seayah
7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
9. Paman (sekandung dengan ayah)
10. Paman (seayah dengan ayah)
11. Anak laki-laki dari paman (sekandung dengan ayah)
12. Anak laki-laki dari paman (seayah dengan ayah)

2. 'Ashobah bil ghoir
Orang yang termasuk 'ashobah bil ghoir ada empat:
- Anak perempuan satu ataupun lebih bersama dengan anak laki-laki satu atau lebih
- Cucu perempuan dari anak laki-laki (satu atau lebih) bersama dengan cucu laki-laki dari anak laki-laki (satu atau lebih)
- Saudara sekandung perempuan (satu atau lebih) bersama dengan saudara sekandung laki-laki (satu atau lebih)
- Saudara seayah perempuan (satu atau lebih) bersama dengan saudara seayah laki-laki (satu atau lebih)

Dalam hal ini bagian laki-laki dua kali lipat daripada bagian perempuan.

3. 'Ashobah ma'al ghoir
Orang yang termasuk 'ashobah ma'al ghoir ada dua:
- Saudara perempuan sekandung satu orang atau lebih yang mewarisi bersama-sama dengan anak perempuan
(satu atau lebih) atau bersama-sama dengan cucu perempuan dari anak laki-laki (satu atau lebih), atau bersama
keduanya.
Dalam hal ini saudara perempuan sekandung seolah-olah seperti saudara laki-laki sekandung yang mendapatkan
bagian waris secara ashobah / sisa, dan menjadi penghalang ashobah bin nafs dibawahnya.

- Saudara perempuan seayah satu orang atau lebih yang mewarisi bersama-sama dengan anak perempuan
(satu atau lebih) atau bersama-sama dengan cucu perempuan dari anak laki-laki (satu atau lebih), atau bersama
keduanya.
Dalam hal ini saudara perempuan seayah seolah-olah seperti saudara laki-laki seayah yang mendapatkan
bagian waris secara ashobah / sisa, dan menjadi penghalang ashobah bin nafs dibawahnya.

Referensi:
1. Ensiklopedi Islam al-Kamil, Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah at-Tuwaijiri, Darus Sunnah, Jakarta, 2007 M
2. Hukum Waris, Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Senayan Abadi Publishing, Jakarta, 2004 M
3. Belajar Mudah Hukum Waris Sesuai Syariat Islam, Abu Umar Basyir, Rumah Dzikir, Solo, 2006 M
4. 'Al-Farooidh, Fiq-han wa Hisaaban', Sholeh Ahmad Asy-Syami, Al-Maktabah Al-Islami, Beirut, 1997 M / 1418 H

Jumat, 13 Agustus 2010

susahnya menjadi orang sadar hukum!
FIDYAH

Oleh
Syaikh Salim bin 'Ied Al-Hilaaly
Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
________________________________________
SHIFATI SHAUMIN NABIYII SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM FII RAMADHAN
________________________________________

1. Bagi Siapa Fidyah Itu ?
Bagi ibu hamil dan menyusui jika dikhawatirkan keadaan keduanya, maka diperbolehkan berbuka dan memberi makan setiap harinya seorang miskin, dalilnya adalah firman Allah.
"Artinya : Dan orang-orang yang tidak mampu berpuasa hendaknya membayar fidyah, dengan memberi makan seorang miskin" [Al-Baqarah : 184]
Sisi pendalilannya, bahwasanya ayat ini adalah khusus bagi orang-orang yang sudah tua renta (baik laki-laki maupun perempuan), orang yang sakit yang tidak diharapkan kesembuhannya, ibu hamil dan menyusui, jika dikhawatirkan keadaan keduanya, sebagaimana akan datang penjelasannya dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma.

2. Penjelasan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma.
Engkau telah mengetahui wahai saudaraku seiman, bahwasanya dalam pembahasan yang lalu ayat ini mansukh berdasarkan dua hadits Abdullah bin Umar dan Salamah bin Al-Akwa Radhiyallahuma, tetapi ada riwayat dari Ibnu Abbas yang menegaskan bahwa ayat ini tidak mansukh dan ini berlaku bagi laki-laki dan wanita yang sudah tua dan bagi orang yang tidak mampu berpuasa, maka hendaknya mereka memberi makan setiap hari seorang miskin.[Hadits Riwayat Bukhari 8/135]

Oleh karena itu Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma dianggap menyelisihi jumhur sahabat atau pendapatnya saling bertentangan, lebih khusus lagi jika engkau mengetahui bahwasanya beliau menegaskan adanya mansukh. Dalam riwayat lain (disebutkan).

"Diberi rukhsah bagi laki-laki dan perempuan yang sudah tua yang tidak mampu berpuasa, hendaknya berbuka kalau mau, atau memberi makan seorang miskin dan tidak ada qadha', kemudian dimansukh oleh ayat.
"Artinya : Karena itu, barangsiapa diantara kamu hadir di bulan itu (Ramadhan-ed) maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu" [Al-Baqarah : 185]
Telah shahih bagi kakek dan nenek yang sudah tua jika tidak mampu berpuasa, ibu hamil dan menyusui yang khawatir keadaan keduanya untuk berbuka, kemudian memberi makan setiap harinya seorang miskin. [Ibnu Jarud 381, Al-Baihaqi 4/230, Abu Dawud 2318 sanadnya Shahih]

Sebagian orang ada yang melihat dhahir riwayat yang lalu, yaitu riwayat Bukhari pada kitab Tafsir dalam Shahihnya yang menegaskan tidak adanya naskh, hingga mereka menyangka Hibrul Ummat (Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma) menyelisihi jumhur, tetapi tatkala diberikan riwayat yang menegaskan adanya naskh, mereka menyangka adanya saling pertentangan !

3. Yang Benar Ayat Tersebut (Al-Baqarah : 185) Mansukh
Yang benar dan tidak diragukan lagi ayat tersebut adalah mansukh, tetapi dalam pengertian orang-orang terdahulu, karena Salafus Shalih Radhiyallahu a'alaihim menggunakan kata nask untuk menghilangkan pemakaian dalil-dalil umum, mutlak dan dhahir dan selainnya, adapun dengan mengkhususkan atau mengaitkan atau menunjukkan yang mutlak kepada muqayyad, penafsirannya, penjelasannya sehingga mereka menamakan istisna' (pengecualian), syarat dan sifat sebagai naskh. Karena padanya mengandung penghilangan makna dan dhahir maksud lafadz tersebut. Naskh dalam bahasa arab menjelaskan maksud tanpa memakai lafadz tersebut, bahkan (bisa juga) dengan sebab dari luar. [Lihat I'lamul Muwaqi'in 1/35 karya Ibnu Qayyim dan Al-Muwafaqat 3/118 karya As-Syatibi]

Sudah diketahui bahwa barangsiapa yang memperhatikan perkataan mereka (orang arab) akan melihat banyak sekali contoh masalah tersebut, sehingga akan hilanglah musykilat (problema) yang disebabkan memaknakan perkataan Salafus Shalih dengan perngetian yang baru yang mengandung penghilangan hukum syar'i terdahulu dengan dalil syar'i muataakhirin yang dinisbatkan kepada mukallaf.

4. Ayat Tersebut Bersifat Umum
Yang menguatkan hal ini, ayat di atas adalah bersifat umum bagi seluruh mukallaf yang mencakup orang yang bisa berpuasa atau tidak bisa puasa. Penguat hal ini dari sunnah adalah apa yang diriwayatkan Imam Muslim dan Salamah bin Al-Akwa Radhiyallahu 'anhu : "Kami pernah pada bulan Ramadhan bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, barangsiapa yang mau puasa maka puasalah, dan barangsiapa yang mau berbuka maka berbukalah, tetapi harus berbuka dengan memberi fidyah kepada seorang miskin, hingga turun ayat :
"Artinya : Karena itu, barangsiapa diantara kamu hadir di bulan itu (Ramadhan-ed) maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu" [Al-Baqarah : 185]
Mungkin adanya masalah itu terjadi karena hadits Ibnu Abbas yang menegaskan adanya nash bahwa rukhsah itu untuk laki-laki dan wanita yang sudah lanjut usia dan tidak mampu berpuasa, tetapi masalah ini akan hilang jika jelas bagimu bahwa hadits tersebut hanya sebagai dalil bukan membatasi orangnya, dalil untuk memahami hal ini terdapat pada hadits itu sendiri. Jika rukhsah tersebut hanya untuk laki-laki dan wanita yang sudah lanjut usia saja kemudian dihapus (dinaskh), hingga tetap berlaku bagi laki-laki dan wanita yang sudah lanjut usia, maka apa makna rukhsah yang ditetapkan dan yang dinafikan itu jika penyebutan mereka bukan sebagai dalil ataupun pembatasan ?

Jika engkau telah merasa jelas dan yakin, serta berpendapat bahwa makna ayat mansukh bagi orang yang mampu berpuasa, dan tidak mansukh bagi yang tidak mampu berpuasa, hukum yang pertama mansukh dengan dalil Al-Qur'an adapun hukum kedua dengan dalil dari sunnah dan tidak akan dihapus sampai hari kiamat.

Yang menguatkan hal ini adalah pernyataan Ibnu Abbas dalam riwayat yang menjelaskan adanya naskh : "Telah tetap bagi laki-laki dan wanita yang sudah lanjut usia dan tidak mampu berpuasa, serta wanita yang hamil dan menyusui jika khawatir keadaan keduanya, untuk berbuka dan memberi makan orang miskin setiap harinya".

Dan yang menambah jelas lagi hadits Muadz bin Jabal Radhiyallahu 'anhu : "Adapun keadaan-keadaan puasa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam datang ke Madinah menetapkan puasa selama tiga hari setiap bulannya, dan puasa Asyura' kemudian Allah mewajibkan puasa turunlah ayat.
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman diwajbkan atas kalian berpuasa ...." [Al-Baqarah : 183]
Kemudian Allah menurunkan ayat.
"Artinya : Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkan padanya Al-Qur'an ...." [Al-Baqarah : 185]
Allah menetapkan puasa bagi orang mukim yang sehat, dan memberi rukhsah bagi orang yang sakit dan musafir dan menetapkan fidyah bagi orang tua yang tidak mampu berpuasa, inilah keadaan keduanya ...." [Hadits Riwayat Abu Dawud dalam Sunannya 507, Al-Baihaqi dalam Sunannya 4/200, Ahmad dalam Musnad 5/246-247 dan sanadnya Shahih]

Dua hadits ini menjelaskan bahwa ayat ini mansukh bagi orang yang mampu berpuasa, dan tidak mansukh bagi orang yang tidak mampu berpuasa, yakni ayat ini dikhususkan.

Oleh karena itu Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma mencocoki sahabat, haditsnya mencocoki dua hadits yang lainnya (yaitu) hadits Ibnu Umar dan Salamah bin Al-Akwa Radhiyallahu 'anhum, dan juga tidak saling bertentangan. Perkataannya tidak mansukh ditafsirkan oleh perkataannya : itu mansukh, yakni ayat ini dikhususkan, dengan keterangan ini jelaslah bahwa naskh dalam pemahaman sahabat berlawanan dengan pengkhususan dan pembatasan di kalangan ahlus ushul mutaakhirin, demikianlah diisyaratkan oleh Al-Qurthubi dalam tafsirnya.[Al-Jami' li Ahkamil Qur'an 2/288]

5. Hadits Ibnu Abbas dan Muadz Hanya Ijtihad ?
Mungkin engkau menyangka wahai saudara muslim hadits dari Ibnu Abbas dan Muadz hanya semata ijtihad dan pengkhabaran hingga faedah bisa naik ke tingkatan hadts marfu' yang bisa mengkhususkan pengumuman dalam Al-Qur'an dan membatasi yang mutlaknya, menafsirkan yang global, dan jawabannya sebagai berikut.

[a] Dua hadits ini memiliki hukum marfu' menurut kesepakatan ahlul ilmi tentang hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Seorang yang beriman mencintai Allah dan Rasul-Nya tidak boleh menyelisihi dua hadits ini jika ia anggap shahih, karena dua hadits ini ada dalam tafsir ketika menjelaskan asbabun nuzul, yakni dua shahabat ini menyaksikan wahyu dan turunnya Al-Qur'an, mengabarkan ayat Al-Qur'an, bahwa turunnya begini, maka ini adalah hadits musnad, [Lihat Tadribur Rawi 1/192-193 karya Suyuhthi, 'Ulumul Hadits hal.24 karya Ibnu Shalah]

[b] Ibnu Abbas menetapkan hukum ini bagi wanita yang menyusui dan hamil, dari mana beliau mengambil hukum ini ? Tidak diragukan lagi beliau mengambil dari sunnah, terlebih lagi beliau tidak sendirian tapi disepakati oleh Abdullah bin Umar yang meriwayatkan bahwa hadits ini mansukh.

Dari Malik dari Nafi' bahwasanya Ibnu Umar ditanya tentang seorang wanita yang hamil jika mengkhawatirkan anaknya, beliau berkata : "Berbuka dan gantinya memberi makan satu mud gandum setiap harinya kepada seorang miskin" [Al-Baihaqi dalam As-Sunan 4/230 dari jalan Imam Syafi'i, sanadnya Shahih]

Daruquthni meriwayatkan I/207 dari Ibnu Umar dan beliau menshahihkannya, bahwa beliau (Ibnu Umar) berkata : "Seorang wanita hamil dan menyusui boleh berbuka dan tidak mengqadha". Dari jalan lain beliau meriwayatkan : Seorang wanita yang hamil bertanya kepada Ibnu Umar, beliau menjawab : "Berbukalah, dan berilah makan orang miskin setiap harinya dan tidak perlu mengqadha" sanadnya jayyid, dari jalan yang ketiga : Anak perempuan Ibnu Umar adalah istri seorang Quraisy, dan hamil. Dan dia kehausan ketika puasa Ramadhan, Ibnu Umar pun menyuruhnya berbuka dan memberi makan seorang miskin.

[c] Tidak ada Shahabat yang menentang Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma. [Sebagaimana dinashkan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni 3/21]

6. Wanita Hamil dan Menyusui Gugur Puasanya
Keterangan ini menjelaskan makna : "Allah menggugurkan kewajiban puasa dari wanita hamil dan menyusui" yang terdapat dalam hadits Anas yang lalu, yakni dibatasi "Kalau mengkhwatirkan diri dan anaknya" dia bayar fidyah tidak mengqadha.

7. Musafir Gugur Puasanya dan Wajib Mengqadha'
Barangsiapa menyangka gugurnya puasa wanita hamil dan menyusui sama dengan musafir sehingga mengharuskan qadha', perkataan ini tertolak karena Al-Qur'an menjelaskan makna gugurnya puasa dari musafir.
"Artinya : Barangsiapa diantara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah bagimu berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain" [Al-Baqarah : 184]
Dan Allah menjelaskan makna gugurnya puasa bagi yang tidak mampu menjalankannya dalam firman-Nya.
"Artinya : Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah (yaitu) memberi makan seorang miskin" [Al-Baqarah : 184]
Maka jelaslah bagi kalian, bahwa wanita hamil dan menyusui termasuk orang yang tercakup dalam ayat ini, bahkan ayat ini adalah khusus untuk mereka.

________________________________________
Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata.
________________________________________
susahnya menjadi orang sadar hukum!
Puasa Tidak Sekedar Menahan Makan dan Minum
Puasa merupakan ibadah yg sangat dicintai Allah k
. Hal ini sebagaimana tersebut dlm sebuah hadits dari Abu Hurairah z
bahwa Rasulullah n
bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ. قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلاَّ الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي
“Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahala satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah k
berkata: ‘Kecuali puasa mk Aku yg akan membalas orang yg menjalankan krn dia telah meninggalkan keinginan-keinginan hawa nafsu dan makan krn Aku’.”
Hadits di atas dgn jelas menunjukkan betapa tinggi nilai puasa. Allah k
akan melipatgandakan pahala bukan sekedar 10 atau 700 kali lipat namun akan dibalas sesuai dgn keinginan-Nya k
. Padahal kita tahu bahwa Allah k
Maha Pemurah mk Dia tentu akan membalas pahala orang yg berpuasa dgn berlipat ganda.
Hikmah dari semua ini adl sebagaimana tersebut dlm hadits bahwa orang yg berpuasa telah meninggalkan keinginan hawa nafsu dan makan krn Allah k
. Tidak nampak dlm dzahir dia sedang melakukan suatu amalan ibadah padahal sesungguh dia sedang menjalankan ibadah yg sangat dicintai Allah k
dgn menahan lapar dan dahaga. Sementara di sekitar ada makanan dan minuman.
Di samping itu dia juga menjaga hawa nafsu dari hal-hal yg bisa membatalkan puasa. Semua itu dilakukan krn mengharapkan keridhaan Allah k
dgn meyakini bahwa Allah k
mengetahui segala gerak-geriknya.
Di antara hikmah juga yaitu krn orang yg berpuasa sedang mengumpulkan seluruh jenis kesabaran di dlm amalannya. Yaitu sabar dlm taat kepada Allah k
dalam menjauhi larangan dan di dlm menghadapi ketentuan taqdir-Nya k
. Allah k
berfirman:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُوْنَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguh akan dipenuhi bagi orang2 yg sabar pahala mereka berlipat ganda tanpa perhitungan.”
Perlu menjadi catatan penting bahwa puasa bukanlah sekedar menahan diri dari makan minum dan hal-hal lain yg membatalkan puasa. Orang yg berpuasa harus pula menjaga lisan dan anggota badan lain dari segala yg diharamkan oleh Allah k
namun bukan berarti ketika tdk sedang berpuasa boleh melakukan hal-hal yg diharamkan tersebut.
Maksud adl bahwa perbuatan maksiat itu lbh berat ancaman bila dilakukan pada bulan yg mulia ini dan ketika menjalankan ibadah yg sangat dicintai Allah k
. Bisa jadi seseorang yg berpuasa itu tdk mendapatkan faidah apa-apa dari puasa kecuali hanya merasakan haus dan lapar. Na’udzubillahi min dzalik.
Untuk itu ada beberapa hal yg perlu diperhatikan oleh orang yg berpuasa agar mendapatkan balasan dan keutamaan-keutamaan yg telah Allah k
janjikan. Di antaranya:
1. Setiap muslim harus membangun ibadah puasa di atas iman kepada Allah k
dalam rangka mengharapkan ridha-Nya bukan krn ingin dipuji atau sekedar ikut-ikutan keluarga atau masyarakat yg sedang berpuasa. Rasulullah n
bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِه
“Barang siapa yg berpuasa Ramadhan krn iman dan mengharap pahala dari Allah k
akan diampuni dosa-dosa yg telah lalu.”
2. Menjaga anggota badan dari hal-hal yg diharamkan Allah k
seperti menjaga lisan dari dusta ghibah dan lain-lain. Begitu pula menjaga mata dari melihat orang lain yg bukan mahram baik secara langsung atau tdk langsung seperti melalui gambar-gambar atau film-film dan sebagainya. Juga menjaga telinga tangan kaki dan anggota badan lain dari bermaksiat kepada Allah kRasulullah n
bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yg tdk meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan mk Allah k
tak peduli dia meninggalkan makan dan minumnya.”
Maka semesti orang yg berpuasa tdk mendatangi pasar supermarket mal atau tempat-tempat keramaian lain kecuali ada kebutuhan yg mendesak. Karena biasa tempat-tempat tersebut bisa menyeret utk mendengarkan dan melihat perkara-perkara yg diharamkan Allah k
. Begitu pula menjauhi televisi krn tdk bisa dipungkiri lagi bahwa efek negatif sangat besar baik bagi orang yg berpuasa maupun yg tdk berpuasa.
3. Bersabar utk menahan diri dan tdk membalas kejelekan yg ditujukan kepadanya.
Rasulullah n
bersabda dlm hadits Abu Hurairah z
:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِم
“Puasa adl tameng mk apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah dia berkata kotor dan janganlah bertengkar dgn mengangkat suara. Jika dia dicela dan disakiti mk katakanlah saya sedang berpuasa.”
Dari hadits tersebut bisa diambil pelajaran tentang wajib menjaga lisan. Apabila seseorang bisa menahan diri dari membalas kejelekan mk tentu dia akan terjauh dari memulai menghina dan melakukan kejelekan yg lainnya.
Sesungguh puasa itu akan melatih dan mendorong seorang muslim utk berakhlak mulia serta melatih diri menjadi sosok yg terbiasa menjalankan ketaatan kepada Allah k
. Namun mendapatkan hasil yg demikian tdk akan didapat kecuali dgn menjaga puasa dari beberapa hal yg tersebut di atas.
Puasa itu ibarat sebuah baju. Bila orang yg memakai baju itu menjaga dari kotoran atau sesuatu yg merusak tentu baju tersebut akan menutupi aurat menjaga dari terik matahari dan udara yg dingin serta memperindah penampilannya. Demikian pula puasa orang yg mengamalkan tdk akan mendapatkan buah serta faidah kecuali dgn menjaga diri dari hal-hal yg bisa mengurangi atau bahkan menghilangkan pahalanya.
Wallahu a’lam bish-shawab. Sumber:
Ceramah dan ta jawab Masyayikh Salafiyyin
Sumber: www.asysyariah.com

Selasa, 06 Juli 2010

susahnya menjadi orang sadar hukum!


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 T AHUN 2004
TENTANG
PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUB LIK IN DONESIA,
Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas
dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancas ila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah
tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap
martabat kemanusiaan serta bentuk disk riminasi yang harus di??ha?pus;
c. bahwa korban k ekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah
perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat
agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan,
penyiksaan, atau per?lakuan yang meren?dahkan derajat dan mar?tabat
kemanusiaan;
d. bahwa dalam kenyataannya kasus ke?keras?an dalam rumah tangga
banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin
perlin?dungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu dibentuk Undang-Undang tentang
Peng?ha?pus?an Kekerasan Dalam Rumah Tangga;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2), Pasal
28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J , dan Pasal 29
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


Dengan Persetujuan Bersama
D EWAN PERWAKILAN RAKYAT REPU BLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK IND ONESIA
MEMUT USKAN :
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGHAPUS?AN KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga.
2. Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang
diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi
korban kekerasan dalam rumah tangga.
3. Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancam an
kekerasan dalam lingkup rumah tangga.


4. Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa
aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga
sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara
maupun berdasarkan penetapan pengadilan.
5. Perlindungan Sementara adalah
perlindungan yang langsung diberikan
oleh kepolisian dan/atau lembaga sosial atau pihak lain, sebelum
dikeluarkannya penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
6. Perintah Perlindung?an adalah penetapan yang dikeluarkan oleh
Pengadilan untuk memberikan perlindungan kepada korban.
7. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawab?nya di
bidang pemberdayaan perempuan.
Pasal 2
(1) Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi :
a. suami, isteri, dan anak ;
b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap
dalam rumah tangga; dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam
rumah tangga tersebut.
(2) Orang yang bekerja sebagaimana dimak sud pada huruf c dipandang sebagai
anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga
yang bersangkutan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan berdasarkan asas :
a. penghormatan hak asasi manusia;


b. keadilan dan kesetaraan gender;
c. nondiskriminasi; dan
d. perlindungan korban.
Pasal 4
Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan :
a. mencegah segala bentuk k ekerasan dalam rumah tangga;
b. melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga;
c. menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan
d. memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.
BAB III
LARANGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Pasal 5
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang
dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara :
a. kekerasan fisik;
b. kekerasan psikis;
c. kekerasan seksual; atau
d. penelantaran rumah tangga.
Pasal 6
Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan
yang mengakibatkan rasa sak it, jatuh sakit, atau luka berat.


Pasal 7
Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah
perbuatan yang mengakibatkan ketak utan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis
berat pada seseorang.
Pasal 8
Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi :
a. pemaksaan hubungan sek sual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
b. pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam ling?kup
rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan
tertentu.
Pasal 9
(1)
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan
kepada orang tersebut.
(2)
Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap
orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi
dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah
sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
BAB IV
HAK-HAK KORBAN
Pasal 10
Korban berhak mendapatkan :
a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejak saan, pengadilan,

Kamis, 24 Juni 2010

uupano50tahun2009

susahnya menjadi orang sadar hukum!
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 50 TAHUN 2009 2009
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989
TENTANG PERADILAN AGAMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan sehingga perlu
diwujudkan adanya lembaga peradilan yang bersih dan
berwibawa dalam memenuhi rasa keadilan dalam
masyarakat;
b. bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan
ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b perlu membentuk
Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, dan Pasal 25 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3316) sebagaimana diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Repulik Indonesia Nomor
4958);
3. Undang-Undang . . .













- 2 -
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3400) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4611);
4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5076);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG
PERADILAN AGAMA.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3400) sebagaimana yang telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4611), diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi
sebagai berikut:

Pasal 1 . . .













- 3 -
Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang
yang beragama Islam.
2. Pengadilan adalah pengadilan agama dan pengadilan
tinggi agama di lingkungan peradilan agama.
3. Hakim adalah hakim pada pengadilan agama dan
hakim pada pengadilan tinggi agama.
4. Pegawai Pencatat Nikah adalah pegawai pencatat
nikah pada kantor urusan agama.
5. Juru Sita dan/atau Juru Sita Pengganti adalah juru
sita dan/atau juru sita pengganti pada pengadilan
agama.
6. Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku
kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
7. Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
8. Pengadilan Khusus adalah pengadilan yang
mempunyai kewenangan untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara tertentu yang
hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan
badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah
Agung yang diatur dalam undang-undang.
9. Hakim ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara
yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang
tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
suatu perkara yang pengangkatannya diatur dalam
undang-undang.

2. Ketentuan Pasal 3A diubah sehingga Pasal 3A berbunyi
sebagai berikut:

Pasal 3A
(1) Di lingkungan peradilan agama dapat dibentuk
pengadilan khusus yang diatur dengan undang-
undang.
(2) Peradilan . . .













- 4 -
(2) Peradilan Syari’ah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam merupakan pengadilan khusus dalam
lingkungan peradilan agama sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan
agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam
lingkungan peradilan umum sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan
umum.
(3) Pada pengadilan khusus dapat diangkat hakim ad
hoc untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara, yang membutuhkan keahlian dan
pengalaman dalam bidang tertentu dan dalam
jangka waktu tertentu.
(4) Ketentuan mengenai syarat, tata cara pengangkatan,
dan pemberhentian serta tunjangan hakim ad hoc
diatur dalam peraturan perundang-undangan.

3. Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 6 (enam) pasal,
yakni Pasal 12A, Pasal 12B, Pasal 12C, Pasal 12D, Pasal
12E, dan Pasal 12F yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12A
(1) Pengawasan internal atas tingkah laku hakim
dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2) Selain pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), untuk menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim, pengawasan eksternal atas perilaku hakim
dilakukan oleh Komisi Yudisial.

Pasal 12B
(1) Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian
tidak tercela, jujur, adil, profesional, bertakwa, dan
berakhlak mulia, serta berpengalaman di bidang
hukum.
(2) Hakim wajib menaati Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim.


Pasal 12C . . .













- 5 -
Pasal 12C
(1) Dalam melakukan pengawasan hakim sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12, Komisi Yudisial
melakukan koordinasi dengan Mahkamah Agung.
(2) Dalam hal terdapat perbedaan antara hasil
pengawasan internal yang dilakukan oleh
Mahkamah Agung dan hasil pengawasan eksternal
yang dilakukan oleh Komisi Yudisial, pemeriksaan
dilakukan bersama oleh Mahkamah Agung dan
Komisi Yudisial.

Pasal 12D
(1) Dalam melaksanakan pengawasan eksternal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12A ayat (2),
Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan
pengawasan terhadap perilaku hakim berdasarkan
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial berwenang:
a. menerima dan menindaklanjuti pengaduan
masyarakat dan/atau informasi tentang
dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim;
b. memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran
atas Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
c. dapat menghadiri persidangan di pengadilan;
d. menerima dan menindaklanjuti pengaduan
Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan
di bawah Mahkamah Agung atas dugaan
pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim;
e. melakukan verifikasi terhadap pengaduan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf d;
f. meminta keterangan atau data kepada
Mahkamah Agung dan/atau pengadilan;
g. melakukan . . .

Jumat, 04 Juni 2010

pemimpin

Tidak mudah menjadi pemimpin. Juga tidak mudah
memilih pemimpin. Ini akan dialami oleh suatu
masayarakat yang rusak. Masyarakat yang para pemimpin
dan politisinya menjadikan Book of The Prince sebagai
kitab suci mereka dan Machiavelli sebagai panutan
mereka. Masyarakat yang memberikan kesempatan pada
orang-orang bodoh tampil bicara. Kondisi ini pernah
digambarkan Nabi Saw dalam sabdanya:

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh
tipu daya, di masa itu para pendusta dibenarkan
omongannya sedangkan orang-orang jujur didustakan, di
masa itu para pengkhianat dipercaya sedangkan orang
yang terpercaya justru tidak dipercaya, dan pada masa
itu muncul Ruwaibidlah, ditanyakan kepada beliau Saw
apa itu Ruwaibidlah? Rasul menjawab: Seorang yang
bodoh (yang dipercaya berbicara) tentang masalah
rakyat/publik.” [HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah].

Agar kita tidak terjatuh pada kondisi buruk seperti
diperingatkan Nabi Saw di atas, maka perlu dibentuk
kesadaran umum (public awaraness) tentang
karakteristik pemimpin yang layak mengurus publik.
Tulisan ini mencoba memberikan sumbangsih pemikiran
untuk itu.

Tanggung Jawab Pemimpin
Kepemimpinan adalah amanat untuk mengurus orang-orang
atau rakyat yang dipimpin. Rasulullah Saw
mengumpamakan pemimpin laksana penggembala (ra’in).
Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw
bersabda:

“Imam yang diangkat untuk memimpin manusia itu adalah
laksana penggembala, dan dia akan dimintai
pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang
digembalakannya).” [HR. Imam al-Bukhari dari sahabat
Abdullah bin Umar r.a.].

Selasa, 23 Februari 2010

Kamis, 18 Februari 2010

pajak

"LBR. 1 : UNTUK KPP
LBR. 2 : UNTUK BENDAHARAWAN PEMOTONG
PAJAK
LBR. 3 : UNTUK PEGAWAI "
LAMPIRAN I-B
SPT TAHUNAN PPh PASAL 21

PENGHASILAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 FORMULIR
PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA ABRI, PEJABAT 1721 – A2
DEPARTEMEN KEUANGAN R.I. NEGARA, DAN PENSIUNANNYA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ● LAMPIRKAN PADA FORMULIR 1721 – A TAHUN TAKWIM
● BERI TANDA X DALAM (KOTAK) YANG SESUAI 2 0 0 9

PERHATIAN : PEMOTONG PAJAK SELAIN BENDAHARAWAN PEMERINTAH, PT. TASPEN, PT. ASABRI TIDAK PERLU MENYAMPAIKAN LAMPIRAN INI
A. NOMOR URUT : 01
B. NAMA INSTANSI / BADAN LAIN : PENGADILAN AGAMA TULUNGAGUNG
C. NAMA BENDAHARAWAN : AHMAD IKSAN
D. NPWP BENDAHARAWAN : 0 0 0 6 6 6 0 6 8 6 2 9 0 0 0
E. ALAMAT BENDAHARAWAN : Jl. Pahlawan Gang III/ No. 1 Tulungagung
F. NAMA PEGAWAI / PENSIUNAN : Drs. Suyadi
NIP. / NRP : 196701071967031005
G. NPWP PEGAWAI / PENSIUNAN : 0 5 3 0 3 7 0 4 0 6 2 9 0 0 0
H. ALAMAT PEGAWAI / PENSIUNAN : Jl. Pahlawan Gang III/ No. 1 Tulungagung
I. PANGKAT / GOLONGAN : Pembina Utama Muda, IV/c III/d
J. JABATAN : Hakim
K. STATUS DAN JENIS KELAMIN : x KAWIN TIDAK KAWIN x LAKI-LAKI PEREMPUAN
L. JML. TANGGUNGAN KELUARGA UTK. PTKP : K / 2 TK / ..............
M. MASA PEROLEHAN PENGHASILAN : JANUARI S/D DESEMBER 2009
N. RINCIAN PENGHASILAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 SEBAGAI BERIKUT :

● PENGHASILAN BRUTO
1. GAJI POKOK / PENSIUN Rp. 2.917.400
2. TUNJANGAN I STERI Rp. 291.740
3. TUNJANGAN ANAK Rp. 116.696
4. JUMLAH GAJI DAN TUNJANGAN KELUARGA ( 1+2+3 ) Rp. 3.325.836
5. TUNJANGAN PERBAIKAN PENGHASILAN Rp. 0
6. TUNJANGAN STRUKTURAL / FUNGSIONAL Rp. 1.250.000
7. TUNJANGAN BERAS Rp. 169.200
8. TUNJANGAN KHUSUS Rp. 3.780.000
9. TUNJANGAN LAIN-LAIN Rp. 47
10. JUMLAH ( 4 S.D. 9 ) Rp. 8.525.083

● PENGURANGAN
11. BIAYA JABATAN / BIAYA PENSIUN Rp. 426.254
12. IURAN PENSIUN Rp. 332.584
13. JUMLAH PENGURANGAN ( 11 + 12 ) Rp. 758.838

● PENGHITUNGAN PPh PASAL 21
14. JUMLAH PENGHASILAN NETTO ( 10 – 13 ) Rp. 7.766.245
15. JUMLAH PENGHASILAN NETTO UTK. PENGHITUNGAN PPh PS. 21 (SETAHUN/DISETAHUNKAN) Rp. 93.194.943
16. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP) Rp. 19.800.000
17. PENGHASILAN KENA PAJAK ( 15 – 16 ) Rp. 73.394.943
18. PPh PASAL 21 TERUTANG Rp. 11.009.000
19. PPh PASAL 21 YANG TELAH DIPOTONG Rp. 11.009.000
20. JUMLAH PPh PASAL 21 a. YANG KURANG DIPOTONG ( 18 – 19 ) Rp. NIHIL
-------------------------------------------------------
b. YANG LEBIH DIPOTONG ( 19 – 18 )


O. ● PEGAWAI TERSEBUT : DIPINDAHKAN PINDAHAN BARU PENSIUN

P. TULUNGAGUNG, 31 DESEMBER 2009
BENDAHARAWAN PENGADILAN AGAMA
TULUNGAGUNG




AHMAD IKSAN
NIP. 220003714

CATATAN : FORMULIR INI DAPAT DIPERBANYAK SESUAI DENGAN KEPERLUAN
KP.PPh.3.2.3 – 98

Kamis, 11 Februari 2010

humor

Gus Dur selalu dianggap aneh dan berbeda dengan orang lain. Anggapan ini juga dirasakan oleh mantan Menteri Pertahanan Mahfud MD. Dia juga merasa heran kenapa justru dirinya yang saat itu dosen di UII Yogyakarta menjadi Menhan.

“Saya heran kok saya dijadikan Menhan. Gus Dur memang nyleneh. Kalau nggak nyleneh nggak mungkin memilih saya menjadi Menhan,” aku Mahfud disambut geer audien dalam satu forum talkshow di televisi swasta nasional.

Mahfud juga pernah mengaku akan mundur dari posisi menteri. “Saat itu saya dapat hujatan yang luar biasa. Belum-belum kok sudah dapat kritikan luar biasa. Saya ketemu teman-teman di Yogya. Dalam suatu rapat, saya tegaskan bahwa saya akan mundur dari menteri. Eh, tidak berselang beberapa menit, Gus Dur telepon: ‘Pak Mahfud jangan mundur.”

“Yah, begitulah Gus Dur. Aneh, tapi juga luar biasa,” kenang Mahfud MD.

Humor Gus Dur : Orang NU Gila

Rumah Gus Dur di kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan, sehari-harinya tidak pernah sepi dari tamu. Dari pagi hingga malam, bahkan tak jarang sampai dinihari para tamu ini datang silih berganti baik yang dari kalangan NU ataupun bukan. Tak jarang mereka pun datang dari luar kota.

Menggambarkan fanatisme orang NU, kata Gus Dur, menurutnya ada 3 tipe orang NU. “Kalau mereka datang dari pukul tujuh pagi hingga jam sembilan malam, dan menceritakan tentang NU, itu biasanya orang NU yang memang punya komitmen dan fanatik terhadap NU,” tegas Gus Dur.

Orang NU jenis yang kedua, mereka yang meski sudah larut malam, sekitar jam dua belas sampai jam satu malam, namun masih mengetuk pintu Gus Dur untuk membicarakan NU, “Itu namanya orang gila NU,” jelasnya.

“Tapi kalau ada orang NU yang masih juga mengetuk pintu rumah saya jam dua dinihari hingga jam enam pagi, itu namanya orang NU yang gila,” kata Gus Dur sambil terkekeh.

Humor Gusdur : Tak Punya Latar Belakang Presiden

humoria

i neraka ada paya-paya berisi kotoran manusia yang amat luas. Para pembohong, penjahat, pemerkosa dan lainnya dihukum di situ. Kian berat tingkat kejahatan yang pernah dilakukan seseorang selama hidupnya kian dalam ia terbenam dalam paya-paya itu.

Di sebuah kerumunan di paya-paya berkumpulah sejumlah orang ternama. Ada Hitler, Mobutu Sese Seko, Igor Mengele, Idi Amin, Pol Pot, Marcos dan Soeharto. Hampir semuanya terbenam sebatas mulut dalam paya-paya menjijikkan itu. Mereka kepayahan di sengat panas dan bau yang bikin perut mual. Hanya Soeharto yang berdiri di atas pinggangnya, sambil tersenyum-senyum.

Semuanya memandang Soeharto dengan cemburu. Rupanya akhirnya mereka tak tahan juga melihat Soeharto yang nasibnya lebih baik.

"Engkau pemusnah manusia terbesar setelah Hitler masa hukumanmu ringan. Aku cuma membunuh setengah juta orang Kamboja dibenamkan hingga mulutku susah bernafas. Engkau yang memusnahkan dua juta rakyatmu sendiri pada 1965 cuma dihukum sepinggang," teriak Pol Pot.

"Iya, korupsimu kan lebih banyak dari yang aku lakukan," tambah Marcos.

"Kamu menindas rakyatmu lebih lama ketimbang yang aku lakukan selagi aku hidup," sahut Mobutu.

Rupanya perselisihan di antara penghuni neraka itu disaksikan oleh penjaga neraka dari kejauhan. "Sudahlah kalian sesama penjahat jangan ribut. Apa kalian tak tahu kalau Soeharto yang kalian cemburui itu sebetulnya berdiri di atas pundak istrinya, Bu Tien."

Senin, 08 Februari 2010

HUKUMISLAMKONTRIBUTORHUKUMNASIONAL

Dalam rangka untuk memenuhi reformasi dan melengkapi dibidang hukum nasional Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang kini sudah dipegangi dan dimaklumi oleh masyarakat Indonesia adalah peninggalan kolonial Belanda, dan di samping itu terdapat materi hukum di dalamnya yang sudah tidak sesuai dengan jiwa dan budaya bangsa Indonesia serta keadan perkembangan zaman, maka perlu KUHP itu untuk direvisi dan ditambah materinya atau dibuatkan peraturan hukum secara mandiri lepas dari KUHP dengan tujuan memperbaiki dan melengkapi hukum nasional Indonesia . Oleh karena mayoritas penduduk Indonesia memeluk Agama Islam, kiranya sangat wajar apabila Hukum Nasional kita banyak diambil dari Hukum Islam, termasuk apabila akan melakukan revisi terhadap KUHP oleh yang berwenang, maka sangat perlu untuk di masukkan dari nilai-nilai materi Hukum Pidana Islam (HPI).
Mengingat ruang filsafat hukum, antara lain mengkaji hukum di atas Undang-undang, di luar undang-undang, mengkritisi Undang-undang yang telah ada dan hal-hal lain yang terkait dengan hukum secara filosofis dalam artian berfikir secara rasional, radikal dan universal, yang berkaitan dengan hukum, yang berintikan untuk meraih keadilan dan kebenaran, serta kebijaksanaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian Hukum Pidana Islam itu dapat dipilih dan menempati posisi yang sangat dominan untuk dikontribusikan kepada Hukum Nasional Indonesia.
Banyak fakar hukum, menilai bahwa hukum Islam itu ketinggalan zaman, kuno, klasik dan sebagainya, kemudian menganggap bahwa hukum Barat yang lebih maju, lebih modern, lebih bagus, lebih manusiawi dan sebagainya. Namun banyak pula yang tidak sependapat dengan pendapat tersebut.
Menurut Ali Said, SH. Menteri Kehakiman pada era orde baru pada saat pembukaan symposium Pembaharuan Hukum Perdata Nasional di Yogjakarta tanggal 21 Desember 1981 menyatakan bahwa disamping hukum adat dan hukum Barat, hukum Islam adalah merupakan salah satu bahan baku pembentukan hukum nasional Indonesia. Demikian juga menurut Ismail Saleh, SH. (Menteri Kehakiman 1988-1993) pernah menyatakan karena mayoritas rakyat Indonesia beragama islam, maka wajar kalau hukum Islam itu menjadi salah satu “bahan mentah” dalam pembinaan hukum nasional, di samping hukum adat, hukum International dan sebagainya. (lihat Mimbar Hukum No. 29 Thn. VII 1996 h.13)
Hukum Islam baik perdata maupun pidana, dalam hal ini yang kita bahas adalah pidana Islam sumbernya adalah: kitab Alqur’an, Alhadis, Ijma’, Qiyas dan lainnya. Dalam Alqur’an antara lain mengatur hukum pidana mati (Qishas jiwa), itupun apabila walinya memaafkannya tak ada hukum qishas jiwa (hukuman mati), namun diganti dengan hukum diat (denda).
Tentunya, hukum Islam termasuk hukum pidana Islam rasanya tidak ada kata ketinggalan zaman, karena ajaran Islam bersifat abadi. Sejak nabi Adam lahir , berlanjut anak cucunya, tidak semua berperangai baik, ada yang berbuat jahat , hingga kini kencenderungan nafsu manusia itu mau bebas tanpa batas atau tanpa aturan, maka perlu ada aturan dan sanksi hukuman, entah apa bentuk hukumannya. Aturan dan syariat dari Sang Maha Pengatur mengatur manusia , bukan manusia mengatur syariat Tuhan, dan Islam itu "rahmatal lilalamin" (rahmat bagi umat sedunia). Mungkin kita sepakat bahwa penduduk Indonesia meskipun yang beragama islam mayoritas (85 %), namun tidak akan memberlakukan hukum Islam secara total di Indonesia, namun sebagian saja atau rohnya saja di dimasukkan kedalam berbagai hukum nasional Indonesia. Hukum Islam dalam berbagai asfeknya diyakini merupakan rangkaian kesatuan dan bagian dari ajaran Islam, dan diyakini pengamalannya akan membawa umatnya kepada kebahagiaan , baik di dunia maupun di akherat kelak. Umat Islam melaksanakan ajaran Islam dinilai ibadah dalam arti luas (termasuk menerapkan hukum pidana Islam). Apabila materi hukum Islam dimasukkanya ke dalam hukum nasional secara total, tidak mungkin karena mengingat pluralitas penduduk Indonesia. Meskipun hanya sebagian darinya dengan harapan dapat mengatur seluruh umat baik muslim maupun non muslim , dan diterimanya secara suka rela.
Sayang, banyak fakar hukum , meskipun beragama Islam, sudah banyak yang menilai hukum pidana Islam yang menyangkut hukuman mati itu ketinggalan zaman ,tidak sesuai lagi dengan HAM dan sebagainya, apalagi fakar hukum yang non muslim dapat dimungkinkan akan menentangnya.(DRS.SUYADI,MH.HUKUMRIA.BLOGSPOT.COM)

Senin, 18 Januari 2010

पेर्बैकन दी atas

Hari ini, spintas Pansus dpr tak segalak dan tak seemosi pada saat memeriksa Prof. Budiono dan Sri Mulyani, ruangannya beda, terkesan kaya diskusi biasa;


Hal itu kiranya lebih baik dan tak mengurangi kehebatan dan kwalitas Dpr. jadi budaya etika dan moral serta budaya sopan santun harus ditegakkan bersama, tak peduli pejabat maupun rakyat untuk menjaga itu.

Jumat, 15 Januari 2010

modelangketdpr

Model pansus DPR, rasanya kurang tepat, yang beberapa minggu ini kita di suguhi Pansus menginterogasi kepada siapa siaja yang diinginkan, seakan para beliau dijadikan seperti pesakitan, padahal beliau hanya sebagai saksi jadi pada pokoknya memberi keterangan apa yang dialami dan diketahui dan yang didengarnya. Tidak seperti yang kita maklumi ini. Kayaknya Pansus itu seperti penyidik POLRI atau seperti Hakim kemudian yang di hadapi itu Terdakwa.
Saya kira model seperti demikian harus dirubah, misal bikin saja pertanyaan secara tertulis dari berbagai fraksi lalu diserahkan kepada saksi lalu saksi menjawab scra langsung. Insya allah enjoi semua

Selasa, 12 Januari 2010

century

Kalau tidak salah, anggaran pansus century 2,5 M. Apa sih sebenarnya target pansus tersbut? bukankah hanya menikmati hal itu? ataukah hanya ingin merongrong eksekutif agar programnya terhambat? kalau boleh usul kepada pansus, sudahlah berhenti saja. cari tema yang lebih pro rakyat dan manfaat untuk rakyat banyak. maaf ya jika....

Kamis, 07 Januari 2010

ibundagusdurwafat

ibunda telah tiada semenjak Jum'at tgl 4 Desember 2009, Gusdur wafat Rabu 30 Desember 2009. semoga berdua diampuni olehNya dan ditempatkan di sisiNya.
Amin