Dalam rangka untuk memenuhi reformasi dan melengkapi dibidang hukum nasional Indonesia,  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang kini sudah  dipegangi dan dimaklumi oleh masyarakat Indonesia adalah peninggalan kolonial Belanda, dan di samping itu terdapat materi hukum di dalamnya yang sudah tidak sesuai dengan jiwa dan budaya bangsa Indonesia serta keadan perkembangan zaman, maka perlu KUHP itu untuk direvisi dan ditambah materinya atau dibuatkan peraturan hukum secara mandiri lepas dari KUHP dengan tujuan memperbaiki dan melengkapi hukum nasional Indonesia . Oleh karena mayoritas penduduk Indonesia memeluk Agama Islam, kiranya sangat wajar apabila  Hukum Nasional kita banyak diambil  dari Hukum Islam, termasuk apabila akan melakukan revisi terhadap  KUHP oleh yang berwenang, maka sangat perlu untuk di masukkan dari nilai-nilai materi Hukum Pidana Islam (HPI).
Mengingat ruang  filsafat hukum, antara lain mengkaji hukum di atas Undang-undang, di luar undang-undang, mengkritisi Undang-undang yang telah ada dan  hal-hal lain yang  terkait dengan hukum  secara filosofis dalam artian berfikir secara rasional, radikal dan universal, yang berkaitan dengan hukum, yang berintikan untuk meraih keadilan  dan kebenaran, serta kebijaksanaan bagi seluruh rakyat  Indonesia. Dengan demikian Hukum Pidana Islam itu  dapat dipilih dan menempati posisi yang sangat dominan untuk dikontribusikan kepada Hukum Nasional Indonesia.  
Banyak fakar hukum, menilai bahwa hukum Islam itu ketinggalan zaman, kuno, klasik dan sebagainya,  kemudian menganggap bahwa hukum Barat yang lebih maju, lebih modern, lebih bagus, lebih manusiawi dan sebagainya. Namun banyak pula yang tidak sependapat dengan pendapat tersebut.
Menurut Ali Said, SH. Menteri Kehakiman pada era orde baru   pada saat pembukaan symposium Pembaharuan Hukum Perdata Nasional di Yogjakarta tanggal 21 Desember 1981 menyatakan bahwa disamping hukum adat dan hukum Barat, hukum Islam adalah merupakan salah satu bahan baku pembentukan hukum nasional Indonesia. Demikian juga menurut Ismail Saleh, SH.  (Menteri Kehakiman 1988-1993) pernah menyatakan  karena mayoritas  rakyat Indonesia beragama islam, maka wajar kalau hukum Islam itu menjadi salah satu “bahan mentah” dalam pembinaan hukum nasional, di samping hukum adat, hukum International dan sebagainya. (lihat Mimbar Hukum No. 29 Thn. VII 1996 h.13) 
Hukum Islam baik perdata maupun pidana, dalam hal ini  yang kita bahas adalah pidana Islam  sumbernya adalah: kitab Alqur’an, Alhadis, Ijma’, Qiyas dan lainnya. Dalam Alqur’an antara lain mengatur hukum pidana mati (Qishas jiwa),  itupun apabila walinya memaafkannya  tak ada hukum qishas jiwa (hukuman mati), namun diganti dengan hukum diat (denda). 
Tentunya, hukum  Islam termasuk hukum pidana Islam  rasanya tidak ada kata ketinggalan zaman, karena ajaran Islam bersifat abadi. Sejak nabi Adam lahir , berlanjut anak cucunya, tidak semua berperangai baik, ada  yang  berbuat jahat , hingga kini kencenderungan nafsu manusia  itu mau bebas tanpa batas atau tanpa aturan, maka perlu ada aturan dan sanksi hukuman, entah apa bentuk hukumannya. Aturan dan  syariat dari Sang Maha Pengatur  mengatur manusia , bukan manusia mengatur  syariat Tuhan, dan Islam itu "rahmatal lilalamin" (rahmat bagi umat sedunia). Mungkin kita sepakat bahwa penduduk Indonesia meskipun yang beragama  islam mayoritas (85 %), namun tidak akan memberlakukan hukum Islam secara total di Indonesia, namun sebagian saja atau rohnya saja di dimasukkan kedalam berbagai hukum nasional Indonesia. Hukum Islam dalam berbagai asfeknya diyakini merupakan rangkaian kesatuan dan bagian  dari ajaran Islam, dan diyakini pengamalannya akan membawa umatnya kepada kebahagiaan , baik di dunia maupun di akherat  kelak. Umat Islam melaksanakan ajaran Islam dinilai ibadah dalam arti luas (termasuk menerapkan hukum pidana Islam). Apabila materi hukum Islam  dimasukkanya ke dalam hukum nasional   secara total, tidak mungkin karena mengingat pluralitas     penduduk     Indonesia. Meskipun hanya sebagian darinya dengan harapan  dapat mengatur seluruh umat baik muslim maupun non muslim , dan   diterimanya secara suka rela.
Sayang, banyak fakar  hukum , meskipun beragama Islam,  sudah banyak yang menilai hukum pidana Islam yang menyangkut hukuman mati itu ketinggalan zaman ,tidak sesuai lagi dengan HAM dan sebagainya, apalagi fakar hukum  yang non muslim dapat dimungkinkan akan menentangnya.(DRS.SUYADI,MH.HUKUMRIA.BLOGSPOT.COM)
