Powered By Blogger

SETUJUKAH GUBERNUR KE BAWAH DIPILIH DPRD

belajar sadar diri terhadap aturan hukum Tuhan m,aupun Negara

Rabu, 21 Desember 2011

qisas

a. hukuman qishas

Dalam ajaran Islam, Allah telah mengatur qishas dengan menghukum mati bagi pelaku pembunuhan sengaja berencana, untuk balasan dan peringatan bagi masyarakat yang lainnya, untuk ikut menjaga ketertiban umum dan menjaga stabilitas keamanan. Pada Alqur'an Surat Albaqarah ayat 178 di sebutkan sebagai berikut:

ياأيها الذ ين ءامنوا كتب عليكم القصاص في القتلى الحر بالحر والعبد بالعبد والأنثى بالأنثى ف شيء فاتباع بالمعروف وأداء إليه بإحسان

ذ لك تخفيف من ربكم ورحمة فمن اعتدى بعد ذلك فله عذاب أليم(178)

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu hukum qishas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita,. Maka barang siapa (yang mendapat ampunan) mengikuti cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ampunan) membayar (diat) kepada pemberi ampunan dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah keringan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yan melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (Surat Al-baqarah ayat 178) 1

Dalam hukum pidana Islam dari segi jenisnya pembunuhan ada tiga macam, yaitu :

1. pembunuhan sengaja,

1. Pembunuhan mirip sengaja,

2. pembunuhan salah.

Pembunuhan sengaja hukumannya adalah hukum mati, apabila wali si terbunuh tidak memaafkannya, meskipun memafkanya si pembunuh masih ada hukuman diat berat. Sedangkan pembunuhan mirip sengaja hukumanya diyat yang diberatkan, yakni 100 ekor unta bagi pemilik unta, 200 ekor sapi bagi pemilik sapi dan 2000 ekor kambing bagi pemilik kambing. Sedangkan pembunuhan salah yakni pembunuh sama sekali tak berniat membunuh tetapi akibat dari ulahnya, maka dia dikenai hukuman diat ringan. Kemudian diat denda itu untuk siapa? Tentu saja untuk wali si terbunuh, bukan untuk pemerintah, namun jika wali sudah tiada lagi tentu bagi negara untuk kepentingan umum. (Terjemah Fikih Sunnah jlid 10, oleh M.Nabhan Husaiein)

Dalam pasal 340 KUHP disebutkan sebagai berikut: " Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun." Dari kandungan pasal tersebut cukup jelas, namun yang perlu disinggung peranan wali korban dalam KUHP tidak ada pengaruhnya atas sanksi pidana bagi pelaku pembunuhan tersebut. Sedangkan dalam Hukum Pidana Islam (HPI) peranan wali sangat menentukan terhadap pelaku pembunuhan tersebut, sanksi pidana mati bisa terjadi atau justru ditiadakannya, tergantung kesepakatan walinya.

Apakah hukuman mati melanggar HAM? bukankah hukuman mati itu di tujukan (fokus) terhadap orang telah membunuh orang lain dengan rencana, apakah orang telah membunuh itu tidak melanggar HAM? Kalau takut dihukum mati kenapa ia membunuh orang lain? jadi sudah wajar orang tersebut menerima balasan yang setimpal pula atau bisa dikategorikan adil, agar menjadi pelajaran bagi calon para pembunuh, agar dengan tidak seenaknya membunuh orang lain. Apabila ada sesorang terbukti sebagai pembunuh berencana lalu tidak diganjar sanksi yang setimpal, misalnya diganti dengan sanksi pidana seumur hidup atau yang lainnya, dengan alasan memberi kesempatan agar ia berbuat baik dan lain-lain, justru itu tidak adil sama artinya melindungi penjahat dan mengabaikan yang baik. Seperti kasus Irfan yang telah menghabisi nyawa isterinya dan seorang hakim Pengadilan Agama Sidoarjo (M.Taufik) beberapa bulan yang lalu, Pengadilan Militer telah memvonis Irfan dengan pidana mati, apakah sanksi hukuman demikian di anggap melanggar HAM.1

Di Iran, eksekusi hukuman mati dilakasanakan di depan masjid secara terbuka untuk umum, ia di gantung bahkan keluarga korban pembunuhan diperbolehkan balas dendam, boleh mukul, boleh membacoknya, memang rasanya sangat kejam. Namun di Indonesia eksekusi hukuman mati dilakukan secara tersembunyi pada waktu malam hari dan dihadapan regu tembak. Dalam hal eksekusi hukuman mati untuk Indonesia yang kita cinta ini kiranya perlu diperhalus lagi teknisnya, mungkin seperti di suntik mati (eutanasia), atau apa saja yang nampak tidak begitu kejam, tetapi hukuman mati harus tetap dipertahankan di Indonesia ini serta eksekusinya harus di depan umum supaya diketahui masyarakat umum untuk pelajaran umum, kalau berbuat membunuh begitulah hukumannya, tentunya dengan harapan calon pembunuh akan penuh

___________

1. Harian Surya, 3 Maret 2006.

berhati-hati.

Di Inggris, Jerman, Prancis, dan Amerika, menjalankan hukuman mati dengan alasan karena hukuman mati merupakan cara yang baik untuk memberantas kejahatan dan mengecilkan tindakan kejahatan. Alasan seperti tersebut sama saja sebagaimana alasan-alasan yang di kemukakan oleh para ahli hukum (fuqaha') dari kalangan orang muslim. (Baca: Asas-Asas Hukum Pidana Islam oleh Ahmad Hanafi, MA. h. 222).

b. Hukuman Zina

Dalam pasal 284 (1) KUHP diancam pidana penjara paling lama 9 bulan; 1(a). Seorang pria telah kawin yang melakukan zina, padahal diketahui pasal 27 BW. Berlaku baginya. 1(b). Seorang wanita telah kawin yang melakukan zina.

Sanksi pidana bagi pezina bujangan, menurut surat An-Nur ayat 2:

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا

رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ

عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ(2

Artinya: Perempuan yang berzina dan lelaki yang berzina, maka deralah masing-masing mereka seratus kali dera/pukul. Dan janganlah kamu belas kasihan kepada keduanya menghalangi kamu untuk menjalankan agama Allah, jika memang kamu beriman kepada Allah dan

hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaa hukuman mereka itu disaksikan oleh sekumpulan orang yang beriman.

Sanksi pidana pelaku zina bagi yang pernah bersuami isteri:

Hadis nabi SAW yang berbunyi:

الشيخ وا الشيخة اذا ز نيا فا رجمو هما البتة بما قضيا من الذ ة

Artinya: Orang yang sudah berumur, baik lelaki maupun perempuan, jika dia berzina, maka rajamlah mereka sampai mati sebagai imbalan dari kelezatannya yang telah dicicipinya. (Fiqh Sunnah J.9 h. 102)

Rumusan materi dan pengertian Zina, dalam KUHP itu harus direvisi, terutama yang materi zina bagi Orang sudah pernah bersuami isteri (zina muhshan) dengan yang belum pernah bersuami isteri (ghairu muhshan), ancaman pidananya harus dibedakan . Adapun sanksi pidana zina muhshan dalam hukum pidana Islam adalah di rajam sampai mati, tentunya ada persyaratan tertentu, sedangkan bagi zina ghairu muhshan sanksi pidanya adalah di dera / dipukul 100 kali, lalu di asingkan ke luar kota dalam perjalanan orang boleh menqasar sholat (81 KM).

Mengapa sanksi hukuman pelaku zina dalam hukum Islam begitu menyeramkan jika dibanding hukum yang lainnya ? Karena dengan perzinaan dampaknya sangat sangat luar biasa, bisa menimbulkan kerusakan yang besar, menghancurkan peradaban, menularkan beberapa penyakit seperti HIV, syphilis, gonorho dansebagainya, merupakan salah satu penyebab terjadinya pembunuhan, menimbulkan broken home, menimbulkan aib keluarga, mengganggu perkembangan psikis anak keturunannya, mempersamakan dirinya dengan binatang, tindakan semacam ini wajarnya perbuatan binatang , bukan manusia yang mulia dan lain-lain.

Suatu fenomena apabila ketentuan sanksi zina dimasukkan ke dalam hukum nasional kita entah dibungkus dengan peraturan hukum apa namanya, mungkin banyak nyawa yang hilang , karena begitu banyak orang Indonesia yang melakukan perzinaan. Sedang jika pelaku zina masih bujangan hukumannya di dera atau dicambuk 100 kali. Hal ini kiranya akan membuat bergetar bagi para anak baru gede (ABG) Indonesia yang akan berbuat perzinaan , sehingga moral bangsa Indonesia akan di huni oleh penduduk yang bermoral budi luhur.

Apabila dibandingkan sanksi pidana antara KUHP dengan Hukum pidana Islam, Jauh lebih berat Hukum pidana Islam, sehingga dimungkinkan akan menjerakan kepada pelaku dan pelajaran bagi calon pezina yang lainnya. Dengan demikian pasal seperti yang terurai pada KUHP tentang zina, sudah seharusnya direvisi meskipun tidak persis seperti aturan dalam pidana zina dalam islam , namun harus diperberat ancaman penjaranya misal seumur hidup atau 10 tahun ke atas.

c. Hukuman Pencurian

Dalam ajaran Islam harta milik sangat dilindungi karena

merupakan bahan pokok untuk hidup. Hak milik individu harus dilindungi agar pemiliknya merasa aman. Demikian juga tidak dihalalkan seseorang merampas hak milik orang lain dengan dalil apapun. Islam telah jelas mengharamkan mencuri, mengghasab, mencopet, korupsi, riba, menipu, suap dan sebaginya.

Dalam Islam perbuatan mencuri, sanksi hukumannya sangat berat, yaitu dipotong tangan atas perbuatannya. Tangan yang mencuri ibarat tangan yang sakit kronis tak bisa diobati , maka harus diamputasi atau di potong supaya tidak menular anggota yang lain dan menular orang lain. Pengorbanan salah satu organ tubuh bertujuan menjaga keselamatan jiwa, hal ini sekiranya dapat diterima oleh akal sehat dan harta orang lain dapat terlindunginya.

Dalam kaitan ini dicantumkan Al-Qur'an Surat Almaidah ayat 38 sebagai berikut:

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ(38)

Artinya:

"Pria yang mencuri dan wanita yang mencuri, potonglah kedua tangannya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Alla. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

d. Minuman Keras

Ada dua macam perbuatan yang saling erat ikut-mengikuti, yaitu minum minuman keras dan berjudi. Dari zaman jahiliyah hingga kini masih semarak dilakukan oleh manusia dari berbagai kalangan. Dua hal itu sudah nyata dampak negatifnya bagi kehidupan umat yang masih mencintai kemajuan segala bidang. Sudah terlalu banyak contoh kemadlaratan yang berakibat dari dua hal itu. Maka Islam melarangnya sperti dalam Alqur'an surat Albaqarah ayat 218 sebagai berikut:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ

نَفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُون

Artinya:

Mereka bertanya kepadamu tentang khamer dan judi. Katakanlah pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya.

Mengenai sanksi pidananya rasulullah SAW. Bersabda dalam Alhadis yang perowinya Muslim terjemahnya sebagai berikut:

Rasulullah telah menghukum dengan empat puluh pukulan,A bubakar juga emapat puluh kali puklulan dan Umar menghukum dengan delapan puluh pukulan. Hukuman ini (empat puluh kali) adalah yang lebih disukai.

Dengan demikian itulah suatu kontributor bahan hukum yang paling afdlal, bagi Negara yang berpenduduk mayoritas muslim, maka para pihak yang terkait dan yang berwenang sudilah kiranya untuk membuat hukum nasional, dan hal tersebut sebagai bahan pertimbanagn dan masukan yang berharga. Tentu saja yang utama lembaga yang berwenang membuat hukum nasional adalah Legislatif bersama Eksekutif, dan Pengadilan lewat yurisprodensinya.

Suatu hal yang harus dihayati oleh masyarakat Indonesia yang berpenduk mayoritas beragama islam, kebenaran ajaran Islam itu adalah hakiki, sedangkan kebenaran yang disandarkan dari ratio belaka bersifat nisbi. Oleh karena itu berbahagialah sebagai anak bangsa, apabila atas nama bangsa yang berdasarkan Pancasila dan berpenduduk prularitas agamanya, tetapi banyak materi hukum yang dipakai bersumber dari nilai hukum islam.

Tindakan yang dikenai sanksi hukuman Hadd, sebagaimana disebut di atas dengan sebutan Jaraaimul Huduud yaitu:

a. Meminum khamer (minuman keras) dan berjudi

ancaman pidana minuman keras, termasuk didalamnya berjudi dan narkoba, dalam pidana Islam di cambuk 40 kali, ini kiranya dapat pula dimasukkan KUHP baru, mengingat sudah merajalela dan merusak moral generasi penerus bangsa

b. Melakukan perzinaan

Ancaman pidana bagi pelaku zina, Muhshon (sudah bersuami istri melakukan zina) dalam pidana islam di rajam sampai mati, dan tak peduli dilakukan suka sama suka atau tidak, Sedang Ghairu muhshan ( bujangan melakukan zina), hukuman di dera 100 kali dan terus di buang ke Luar negeri). Kiranya hukuman semacam ini perlu diambil rohnya saja dalam artian tidak persis seperti itu, namun setara dengan itu dan sekiranya dapat menjerakan kepada para pelaku dan calon pelaku.

c. Qadzaf

Pengertian Qodzaf: yaitu menuduh zina, hukumannya 80 dera. Syarat-syaratnya :

1. Qadif (penuduh); Berakal, dewasa, tanpa dipaksa;

2. Maqduf (yang dituduh): berakal, dewasa islam merdeka,

belum pernah zina dan menjauhi zina;

2.Maqduf bih ( suatu kalimat yang dipergunakan untuk menuduh

zina). Misalnya hai pelacur, hai pezina, dan atu dengan sindiran.

Had qadaf bisa gugur apabila, si penuduh dapat mendatangkan 4 orang saksi yang langsung melihatnya.

d. Melakukan Pencurian

Ancaman pidana pencurian, termasuk korupsi karena pada hakekatnya koruptor juga pencuri, dalam pidana islam dipotong tangan kanan, jika mencuri lagi potong kaki kiri, jika mencuri lagi tangan kiri, dan jika masih mencuri lagi potong kaki kiri, hal ini kiranya dapat dijalankan atau dapat dimasukkan dalam KUHP baru. Dalam Islam persyaratan hukuman tersebut: 1. Pelaku cakap hukum, 2. barangnya ada 1 nishab ¼ dinar = 41/2 gram emas , 3. barang pada tempat yang layak.

e. Hirabah

Pengertian hirabah, yakni gerombolan pengacau keamananan yang bersenjata di daerah Islam. Hukumannya dibunuh dan disalip serta dipotong tangan dan kakinya.Hal ini syaratnya 1. pelaku cakap bertindak hukum, 2. Pelaku membawa senjata, 3. pelaku pada lokasi jauh dari keramaian, 4. Secara terang-terangan.

Dalam Kitab Ta'zir, yang tulis oleh Dr. Abdullah Aziz Amir, halaman 31, tidak ada istilah Hirabah, tetapi yang ada istilah Baghyu jamaknya Bughat: yakni golongan yang keluar dari jamaah atau melawan pemimpin jamaah atau pemerintah yang sah. Kiranya yang termasuk kategori sub ini seperti GAM (Gerakan Aceh Merdeka), PM (Papua Merdeka), dan tindakan sparatis yang lainnya yang mengancam dan melawan negara dan pemerintahan yang sah.

f. Riddah

Pengertian riddah adalah keluar dari agama Islam, dalam Islam ancaman pidana riddah adalah di bunuh. Dalam sub ini rasanya terlalu berat untuk dikontribusikan dalam system hukum nasional yang berdasar Pancasila.

g. Homoseks

Dalam hal ini ancaman hukumannya ada 3 pendapat:1. Dibunuh meskipun bujangan. 2. Dipersamakan Zina, 3. di takzir. Materi ini kiranya tak bisa dimasukkan kepada hukum nasional karena sulit penerapannya.

h. Lesbian

Dalam pidana Islam sanksi pidananya dita'zir, karena perbuatan tersebut haram, tidak etis, bertentangan dengan norma agama dan susila.

i. Onani

Perbuatan semacam ini para ahli fikih berbeda pendapat, ada yang mengharamkan, ada yang memakruhkan, ada yang memubahkannya. Oleh karena itu sanksi pidanya semacam ta'zir ringan. (Terjemah fikih sunnah jlid 9, h. 137)

Tindakan kejahatan yang membuat jiwa atau anggota badan, menderita berupa luka, patah organ tubuh, sebagaimana tersebut di atas dengan sebutan (jaraimul Qishaas) ada dua macam yaitu :

a. Qishas jiwa

Dalam ajaran Islam, Allah telah mengatur tentang qishas dengan menghukum mati bagi pelaku pembunuhan sengaja berencana, untuk balasan dan peringatan bagi masyarakat yang lainnya, agar supaya turut menjaga ketertiban umum dan menjaga stabilitas keamanan, sebagaimana diatur dalam Alqur'an Surat Albaqarah ayat 178. Dalam hukum pidana Islam dari segi jenisnya pembunuhan ada tiga macam, yaitu : 1).pembunuhan sengaja, 2).Pembunuhan mirip sengaja, 3). pembunuhan salah.

Melakukan pembunuhan sengaja hukumannya adalah pidana mati, apabila wali si terbunuh tidak memaafkannya, meskipun memafkanya si pembunuh masih ada hukuman diat berat. Sedangkan pembunuhan mirip sengaja hukumanya diyat yang diberatkan, yakni 100 ekor unta bagi pemilik unta, 200 ekor sapi bagi pemilik sapi dan 2000 ekor kambing bagi pemilik kambing. Sedangkan pembunuhan salah yakni pembunuh sama sekali tak berniat membunuh tetapi akibat dari ulahnya, maka dia dikenai hukuman diat ringan. Kemudian diat denda itu untuk siapa? Tentu saja untuk wali si terbunuh, bukan untuk pemerintah, namun jika wali sudah tiada lagi tentu bagi negara untuk kepentingan umum.

b. Qishas non jiwa (anggota tubuh)

Dalam Al-Qur'an Surat Al-Maidah ayat 45 telah mengatur qisha non jiwa sebagai berikut:

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ

وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ

فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ:45

Artinya: "Dan kami (Allah) telah tetapkan kepada mereka di dalamnya (Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-lukapun ada qisasnya. Barang siapa yang melepaskan (hak qisasnya), maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dhalim" (Almaidah ayat 45)

Dari kandungan ayat tersebut cukuplah jelas, namun demikian jika kandungan ayat itu diterapkan di Indonesia kiranya cukup sulit. Hal ini kiranya tergantung para pihak yang berwenang dalam merumuskan peraturan perundang-undangan.

3. Sumber Peraturan Hukum Pidana Islam

Para fakar fikih sudah sepakat bahwa sumber-sumber Hukum Pidana Islam

pada umumnya ada empat macam, yakni Al-Qur'an, Al-Hadis, Ijma' dan Qiyas. Di samping empat macam sumber tadi masih ada yang lainnya, namun masih menjadi perdebatan para ahli fikih, yaitu: istihsan (menganggap baik), istishhab (mencari sesuatu yang ada hubungannya), maslahah mursalah ( perbuatan yang mendatangkan kebaikan yang besar), Syar'un man qablana (syari'at yang di bawa rasul sebelum nabi Muhammad SAW), 'urf (kebiasaan), saddu dzari'ah ( penghalang jalan harus dihilangkan), fatwa sahabat (petunjuk dari sahabat nabi SAW.).

Uraian singkat mengenai sumber hukum yang telah disepakati oleh para

fakar fikih yaitu:

a. Al-Qur'an

Al-qur'an disebut juga Al-Kitab, yaitu kalam Allah SWT yang diturunkan olehNya dengan perantaraan malaikat Jibril kepada nabi Muhammad SAW dengan kata-kata berbahasa Arab dan dengan makna yang benar, agar menjadi pedoman bagi Rasulullah dalam pengakuannya sebagai Rasulullah, juga menjadi peraturan yang dijadikan pedoman oleh umat manusia dan sebagai amal ibadah bagi pembacanya. Dalam Al-Qur'an dimulai darisurat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, tak mengalami perubahan apapaun disepanjang masa baik isi, lafadz, dan kandungan hukumnya serta akan dijaga oleh Allah SWT. Dengan demikian Al-Qur'an menempati posisi yang utama dalam hirarkhis tata Hukum Islam di dunia.

b. Al-Hadis

Mengenai Al-Hadis, sebagian ada ulama' yang menyamakan dengan Assunnah, ada pula yang membedakannya. Pada intinya Al-Hadis adalah sabda Nabi saw, sedang Assunnah adalah prilaku nabi SAW, dan merupakan sumber Hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur'an dalam agama Islam.

Sebagaimana disebutkna dalam AlQur'an Surat An-Nisa' ayat 59, yang artinya sebagai berikut:

"wahai orang-orang yang beriman taatlah kepada Allah dan taatlah kepada RasulNya dan Ulil Amri diantarakamu, apabila kamu sekalian berselisih, kembalikannlah ia kepada Allah dan RasulNya".

c. Ijma'

Pengertian Ijma', adalah kesepakatan mujtahid tentang

sesuatu hukum dari suatu peristiwa yang terjadi setelah Rasulullah SAW wafat. Seperti contoh berijma' mengangkat Khalifah setelah wafatnya nabi Muhammad SAW. , Bersepakat para fakar muslim Indonesia membuat Kompilasi Hukum Islam tentang Hukum Keluarga (KHI) dan sebagainya. Hal yang perlu dilakukan dalam berijma' para mujtahid harus mengetahui dasar-dasar pokok ajaran Islam, mengetahui batas-batas yang telah ditetapkan . Jika dalam berijtihad memakai nash, maka ijtihadnya tidak boleh melampaui batas maksimum dari yang mungkin dipahami dari nash. Apabila tidak menemukan dalil nash, tidak boleh melampaui kaidah-kaidah umum agama Islam.

d. Qias (analogi)

Secara bahasa Qias berarti menyamakan, membandingkan atau mengukur, seperti antara X dan Y mempunyai tinggi yang sama, mempunyai bentuk wajah yang sama dan sebagainya.

Menurut istilah qias adalah menetapkan hukum mengenai suatu peristiwa yang tidak ada dasar hukumnya baik di Al-qur'an maupun dalam Al-Hadis, dengan cara membandingkan peristiwa lain yang sudah ada ketentuan hukum dalam Al-Qur'an dan Al-Hadis. Suatu contoh minum narkotik dan ekstasi, dalam Alqur'an dan Al-hadis secara eksplisit tidak ada ketentuannya, namun jelas minum khamer dan berjudi dilarang seperti dalam Al-Qur'an Surat Al-Maidah ayat 90.1

Bahwa antara minum narkotik dan minum khamer ada persamman illatnya, yaitu sama-sama memabukkan dan dapat merusak akal. Dengan demikian meminum narkotik, ekstasi dan sejenisnya hukumnya haram sperti harmnya meminum khamer.

__________

1. Muin Umar, Dkk, Ushul Fikih I, Depag RI, th. 1985, h. 64-106

4. Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana Islam

Dalam Islam ada suatu kaidah yang sangat esensial yang harus dipegangi

oleh ahli fiqih Islam, yaitu yang berbunyi:

لا حكم لا فعا ل ا لعقلا ء قبل ورود ا لنص

Maksudnya: "Sebelum ada nash (peraturan hukum), tidak ada hukum bagi perbuatan orang-orang yang berakal sehat". Pengertian yang lain sebelum ada larangan berarti boleh untuk melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu.

Kaidah hukum yang lain ialah: " Al-ashlu fil asyaai wal af'aali al-ibahah" maksudnya : "Pada asalnya semua perkara dan semua perbuatan itu dibolehkan". Pengertiannya selama belum ada nash (peraturan hukum) yang melarang boleh berbuat atau tidak berbuat. Bahwa tidak ada jarimah dan tidak ada hukuman tanpa sesuatu nash (peraturan hukum), hal ini sama pula dengan asas legalitas yang kita kenal dalam hukum positif. 1

Dalam syaria't Islam jarimah atau jinayah, tidak didasarkan dari syara' umum semata (genaralis), seperti perintah berbuat adil, berbuat yang ma'ruf dan meninggalkan yang mungkar, namun berdasarkan nash (ketentuan) yang jelas dan khusus (sepesialis) mengenai suatu persoalan hukum.

Ada beberapa contoh ayat Alqur'an yang menunjukkan adanya asas legalitas dalam hukum Islam sebagai berikut:

__________

Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Bulan Bintang, Jakarta, th. 2005,h. 47.

a). Dalam surat Al-Isra' ayat 15: artinya " ….Kami tidak menjatuhkan siksa,

sehingga Kami (Allah) mengutus seorang Rasul…"

b). Dalam surat Al-Qasas ayat 59 : Artinya "Tidaklah Tuhanmu (ya

Muhammad) menghancurkan negeri-negeri, sehingga Ia mengutus di pusat-pusat negeri itu seorang itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami mereka…"

c). Dalam Surat Al-An'am ayat 19: Artinya, "Agar dengan Al-Qur'an saya

mempertakuti engkau sekalian dan orang yang didatangi Qur'an…."

d). Dalam surat Al-Baqarah ayat 286: Artinya "Tuhan tidak membebani

seseorang kecuali menurut kesanggupan".

e). Dalam surat Al-Anfal ayat 38: Artinya " Katakanlah olehmu

(Muhammad) kepada orang-orang yang kafir, apabila mereka menghentikan kekafirannya, maka akan diampuni bagi mereka apa yang sudah-sudah".

Bahwa asas legalitas itu sudah ada dalam syari'at Islam, sejak 14 abad yang lalu, sedang dalam hukum-hukum positif baru mengenal asas legalitas pada akhir abad ke-18 Masehi, saat itu yang pertama kalinya dimuat dalam Hukum Perancis, sebagai salah satu hasil Revolusi Perancis. Selanjutnya dimasukkan dalam "Pernyataan Hak-hak Manusia" yang dikeluarkan pada tahun 1789, terus berkembang dan diambil oleh negara-negara lain. (baca Asas-Asas Hukum Pidana Islam oleh Ahmad Hanafi h.49)

Asas Legalitas pada hukum pidana Islam (jarimah hudud) sudah jelas dalam Alqur'an maupun Alhadis seperti sebagai berikut:

Kesatu; Bagi sanksi Zina, " Janganlah kamu mendekati zina, karena ia adalah perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan" (Al-qur'an S. Al-Isyra" ayat 32). Dan " pelaku zina perempuan dan laki-laki hendaklah kamu jilid masing-masing seratus kali" (Al-Qur"an S. An-Nur ayat 2).

Alhadis yang Artinya sebagai berikut: "Orang yang sudah berumur, baik lelaki maupun perempuan, jika dia berzina, maka rajamlah mereka sampai mati sebagai imbalan dari kelezatannya yang telah dicicipinya". (Terjemah Fiqh Sunnah J.9 h. 102)

Kedua; Bagi sanksi Qadaf, terdapat dalam Al-qur'an yang artinya, yaitu: " "Mereka yang menuduh orang-orang perempuan baik, kemudian mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka jilidlah mereka 80 kali, dan janganlah kamu terima persaksiannya selamanya, dan mereka adalah orang-orang fasik." (Alqur'an S.An-Nur ayat 4).

Ketiga, sanksi meminum minuman keras, Dalam Al-qur'an yang artinya yaitu: "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamer, judi, patung, dan anak panah (sebagai alat pengadu nasib) adalah perkara yang keji dan perbuatan seta. Maka jauhilah itu, agar berbahagia". (Alqur'an S. Al-Maidah 90). Dalam Al-hadis yang artinya: "setiap yang memabukkan adalah haram".

Keempat; sanksi pidana Pencurian, Dalam Alqur'an yang artinya, yaitu: "Pencuri lelaki dan pencuri perempuan hendaklah kamu potong tangannya…"(S.Al-maidah ayat 38).

Kelima, sanksi pidana hirabah, Dalam Alqur'an yang artinya, yaitu: " sesungguhnya balasan mereka yang memerangi Allah dan RasulNya dan mengusahakan kerusakan dibumi, ialah agar mereka dibunuh, atau mereka disalibkan, atau dipotong tangan dan kakinya dengan berseling-seling, atau dibuang dari negeri. Demikian itu adalah suatu kehinaan bagi mereka di dunia, dan bagi mereka di akhirat adalah siksa yang besar.".(S. Almaidah ayat 33).

Keenam; Mengenai riddah, Dalam Alqur'an yang artinya, yaitu: "Barang siapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima dari padanya dan ia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi". (S.Al-Maidah ayat 33).

Ketujuh; sanksi pidana bughat (pemberontakan), dalam Al-Qur'an yang artinya, yaitu: "Jika dua golongan orang-orang mukmin saling berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satunya menyerang atas lainnya, maka perangilah golongan yang meyerang itu, sehingga mereka kembali kepada perintah Allah. Jika mereka sudah kembali, maka damiakanlah antara keduanya dengan keadilan dan berlakulah adil kamu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang adil". (Alqur'an S.Alhujrat:ayat 9).

Sedangkan mengenai nash yang menunjukkan asas legalitas dalam jarimah qishas dan diyat adalah sebagai berikut:

a). Untuk pembunuhan sengaja atau berencana, yaitu sebagaimana diatur dalam Alqur'an Surat Al-Isra' ayat 33 dan Surat Al-baqarah ayat 178. Sedangkan dalam Alhadis seperti yang tersebut, yang artinya; "Rasulullah bersabda: Barang siapa yang menganiaya seseorang muslim dengan membunuhnya, maka baginya berlaku qishas, kecuali apabila wali korban memaafkan".

b). Untuk pembunuhan mirip sengaja, dalam Alhadis yang artinya;"Ingatlah, pada pembunuhan keliru sengaja (mirip sengaja), yaitu pembunuhan dari pecut, tongkat dan batu, ialah seratus unta".

c). Untuk pembunuhan tidak sengaja, sebagimana diatur pada Alqur'an S. An-Nisa' ayat 92. yakni, yang artinya; "Tidaklah boleh bagi seseorang mukmin untuk membunuh seseorang mukmin lain, kecuali karena tidak sengaja.Barang siapa membunuh seseorang mukmin karena keliru, maka atasnya membebaskan hamba sahaya yang mukmin dan diat yang diberikan keluarganya kecuali kalau mereka menyedekahkannya….."

d). Bagi Penganiyaan sengaja, sebagimana telah diatur dalam Alqur'an surat Al-Baqarah ayat 194 dan 179, surat Al-Maidah ayat 45, surat An-Nahl ayat 126.

Penganiayaan sengaja, dasar aturannya Alhadis, dengan mengutip dari buku Asas-asas Hukum Pidana Islam halaman 54, pada intinya: Jika melukai kepala sampai tulangnya nampak sanksinya 5 (lima) unta, jika mematahkan tulang sanksinya 10 (sepuluh) unta, jika sampai lapisan otak atau otaknya sendiri sepertiga diat (satu diat 100 unta). Setiap pelukaan yang masuk perut atau dada sanksinya sepertiga diat. Secara umum setiap perusakan atau pelukaan yang tidak ditentukan diatnya yang lengkap atau sebagian, maka hal itu diserahkan kepada hakim, dengan mengambil pertimbangan orang-orang ahli, hal ini merupakan ijma'.

e). Penganiyaan tidak sengaja; dengan mengutip dari Asas-Asas Hukum Pidana Islam halaman 53, pada pokoknya : "Rasullulah telah menentukan batas-batas hukum diat, dengan dasar jika pada anggota badan sebuah, seperti hidung, lidah, kelamin, maka sanksinya satu diat lengkap (100 ekor unta). Jika perusakan pada organ tubuh yang ganda, seperti mata, telinga, maka masing organ tubuh sanksinya setengah diat (50 ekeor unta). Sedangkan untuk perusakan sebuah gigi, sanksinya 5 (lima ekor) unta dan untuk yang lainnya diserahkan kepada hakim dengan menganalogikan ketentuan yang sudah ada.

Mengenai Hukum pidana takzir, asas legalitasnya tidak seperti pidana hudud dan qishas, yakni pada dasarnya agak longgar dalam penerapannya, karena dalil nash tidak mengaturnya secara rinci. Dalam hal ini hakim lebih leluasa untuk memilih hukumannya, bisa memperingan dan justru bisa memperberat, tentunya dengan pertimbangan yang tepat dan bijak memenuhi yuridis filosofis, sehingga mencerminkan rasa keadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar